Senin, 24 November 2014

Wisata Jawa Barat Bab I



 
Jawa Barat
Inilah Tanah Sunda yang mempesona, terbentang dari Selat Sunda di barat sampai ke perbatasan Jawa Tengah di bagian timur. Wilayah Jawa Barat bergunung-gunung dan berbukit-bukit hijau, dimana satu puncak gunung berapi dan bukit-bukit sekitarnya memeluk hangat ibu kotanya, Bandung. Sejarah Jawa Barat adalah sejarah perdagangan, rempah-rempah, dan kerajaan Padjadjaran yang terus diteliti hingga saat ini oleh para sejarawan dan arkeolog.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan yang indah untuk Anda kunjungi. Provinsi ini juga menyimpan berbagai potensi menyangkut sumber daya air, pemanfaatan lahan, hutan, pesisir dan laut, serta sumber daya perekonomian masyarakatnya. Wilayah Jawa Barat adalah lokasi yang tepat untuk Anda melakukan beragam jenis wisata, baik itu wisata alam, belanja dan rekreasi, kuliner, ataupun budaya.
Ciri utama daratan Jawa Barat bergunung dan berlembah yang merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api aktif dan tidak aktif yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatra hingga ujung utara Pulau Sulawesi. Daratannya dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah dataran luas di utara dengan ketinggian 0.10 m dpl, dan wilayah aliran sungai.
Iklim di Jawa Barat adalah tropis dengan suhu 9° C di Puncak Gunung Pangrango dan 34° C di pesisir  utara. Curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, walau di beberapa daerah pegunungan berkisar antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

Sejarah

Kehidupan komunal nenek moyang masyarakat Sunda pertama menurut naskah Pangeran Wangsakerta dimulai di pesisir barat ujung Pulau Jawa, yaitu pesisir Pandeglang. Daerah pesisir ini jauh sebelum berbentuk kerajaan dikenal sebagai kota perdagangan dan persinggahan para saudagar dari Arab, India dan China. Masyarakatnya menganut sistem religi Pitarapuja, yaitu pemuja roh leluhur, dengan bukti terdapat sejumlah menhir yang ditemukan.
Salakanagara di dalam naskah Wangsakerta disebut-sebut sebagai kerajaan awal di Indonesia yang berlokasi di Jawa Barat bagian barat. Salakanagara didirikan tahun 130 M, dengan raja pertamanya Dewawarman. Salakanagara dalam sejarah Sunda disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak, sedangkan nagara berarti kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota Perak atau Argyre seperti yang dikatakan Ptolomeus dalam buku “Geographike Hypergesis”, ditulis ± tahun 150 M menjelaskan keberadaan Salakanagara (yang berarti “Kota Perak” atau disebut juga Rajatapura) berlokasi di daerah Teluk Lada Pandeglang.
Berikutnya abad ke-4 dikenal keberadaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Tujuh batu tulis yang ditulis dalam huruf Wengi (digunakan pada periode India Pallava) dan dalam bahasa Sansekerta menjelaskan raja-raja yang ada di Tarumanegara. Tarumanegara bertahan hingga abad ke-6. Berikutnya Kerajaan Sunda menjadi kerajaan yang berkuasa di Jawa Barat seperti ditemukan dalam prasasti Kebon Kopi II (932 M).
Seorang ulama terkenal dari Banten Girang yaitu Sunan Gunung Jati tinggal di wilayah Kerajan Sunda dan berniat menyebarkan agama Islam di wilayah ini. Sementara itu, Sultan Demak dari Jawa Tengah juga mengancam Kerajaan Sunda. Untuk mempertahankan diri, Prabu Surawisesa Jaya Perkosa menandatangani Perjanjian Sunda Luso dengan Portugis tahun 1512 sehingga Portugis kemudian membangun benteng dan gudang. Perjanjian ini ditandai penempatan monument batu Padrao di tepi sungai Ciliwung tahun 1522.
Meski perjanjian dengan Portugis telah dilakukan, namun pelabuhan Sunda Kalapa tetap jatuh di bawah aliansi Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon tahun 1524 yang dipimpin Faletehan. Tahun 1525 Sunan Gunung Jati juga berhasil merebut pelabuhan Banten dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi dengan Kesultanan Demak. Perang Kerajaan Sunda melawan kesultanan Demak dan Cirebon kemudian dilanjutkan selama lima tahun hingga kesepakatan damai dibuat tahun 1531 antara Raja Surawisesa dan Sunan Gunung Jati. Dari 1567-1579, di bawah raja terakhirnya yaitu Raja mulya bergelar Prabu Surya Kencana, Kerajaan Sunda semakin merosot karena tekanan Kesultanan Banten. Setelah 1576, kerajaan itu tidak dapat mempertahankan ibukotanya di Pakuan Pajajaran (Bogor saat ini). Secara bertahap Kesultanan Banten mengambil alih wilayah kerajaan Sunda dan Kesultanan Mataram dari Jawa Tengah juga mengambil alih wilayah Priangan bagian tenggara.
Abad ke-6, perusahaan dagang Belanda dan Inggris melabuhkan kapal-kapal dagang mereka di Jawa Barat setelah runtuhnya Kesultanan Banten. Tiga ratus tahun selanjutnya, Jawa Barat secara utuh berada di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan, Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950. Selama lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah Kabupaten dan kota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang (1968); Kota Tangerang (1993); Kota Bekasi (1996); Kota Cilegon dan Kota Depok (1999). Padahal dalam kurun waktu tersebut telah banyak perubahan baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun kemasyarakatan. Berikutnya tanggal 17 Oktober 2000 sebagai upaya desentralisasi politik nasional maka Banten berpisah dari Jawa Barat dan membuat provinsi baru. 

Kantor Pariwisata

Kantor Pariwisata Provinsi Jawa Barat
Jl. R.E. Martadinata No. 209, Bandung 40114
Tlp (62-22) 7271385, 7273209 Fax. (62-22) 7271385
Website http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/ 

Berselancar di Pantai Cimaja, Pelabuhanratu - Jawa Barat 

Panorama pantai yang indah dan ombak yang besar membuat pantai ini menjadi tempat favorit bagi para peselancar. Banyak para Surfer mancanegara yang datang ke Pantai ini. Di pantai ini juga sering diadakan event surfing tingkat nasional dan pro. Panorama pantai yang indah dan ombak yang besar membuat pantai ini menjadi tempat favorit bagi para peselancar.

Kontur pantai yang berbeda dengan pantai pada umumnya, menjadikan Pantai Cimaja sebagai objek wisata pantai sangat menarik untuk dikunjungi. Di sepanjang pantai berhiaskan bebatuan kali yang berbentuk bulat.


Jarak tempuh dari Jakarta ke Cimaja sekitar 120 kilometer dan dari Bandung mencapai 203 kilometer. Hampir setiap akhir pekan, antara Jumat hingga Minggu kawasan pantai ini selalu dipenuhi oleh peselancar dari luar negeri maupun nasional.
Tidak hanya masyarakat sekitar atau atlet asal Jakarta dan Bandung, tetapi juga ekspatriat yang bekerja di sejumlah kota besar di tanah air dan yang langsung datang dari luar negeri menjajal gelombang Cimaja ini. Hal ini pula yang menjadikan Cimaja mengantongi predikat Bali-nya Sukabumi. 

Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango 
Karena aksesnya yang mudah, taman nasional Gunung Gede-Pangrango dengan panorama yang spektakuler adalah sebuah tempat favorit bagi para pengunjung. Terletak di Provinsi Jawa Barat. Taman ini meliputi puncak Gunung Gede dan gunung Pangrango. Di sekitar puncak ini terdapat  perkebunan teh, taman rekreasi, air terjun, air panas, danau dan fasilitas akomodasi di dalam taman. Taman Nasional ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi alam pada tahun 1889, meskipun sebelumnya Kebun Raya Cibodas sudah didirikan di sini pada tahun 1830, di mana kina dan kopi pertama kali dibudidayakan dan menjadi bahan ekspor yang paling menonjol pada abad ke-19.
 
Hal yang paling menonjol dari Taman Gede-Pangrango adalah tiga ekosistemnya yang sangat berbeda antara lain: ekosistem sub-montana (1.000 m-1.500 m), ekosistem pegunungan (1.500 m - 2.900 m) ditandai dengan pohon-pohon tinggi dan besar, dan ekosistem sub-alpine  (2.400 m. dan lebih tinggi), ditandai dengan padang rumput di mana bunga Jawa edelweiss tumbuh berlimpah. Taman Ini juga memiliki savana serta ekosistem rawa.
Pada tahun 1977 UNESCO menyatakan taman nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai cagar alam Biosphere.
Saat ini Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango seluas 15.196 hektar yang mencakup Cibodas, Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede-Pangrango, wilayah rekreasi Situgunung, dan hutan di lereng Gunung Gede (2.958 m) dan Pangrango (3.019 m). Keduanya dihubungkan dengan sadel pada ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut.

 Bunga Edelweiss tumbuh di sebuah lapangan luas yang dikenal sebagai alun-alun Suryakencana, terletak di sebelah utara Gunung Gede. Diperlukan  hiking selama enam jam dari Cibodas untuk mencapai tempat ini.
Pemandangan dari puncak dan kawah Gunung Gede sangat menakjubkan baik saat matahari terbit dan terbenam. Dari sini kita dapat melihat Gunung Krakatau dan Sumatra, dan di bagian bawah seperti kota Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Di sini terlektak tiga kawah aktif yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon, semua menyatu dalam sebuah komplek pada ketinggian 2.958 m. Kawah-kawah ini dapat ditempuh sekitar lima jam dari Cibodas.

Ada empat jenis primata di taman ini, termasuk Gibbon Jawa yang merupakan endemik pulau Jawa, Surili yang hidup di sekitar air terjun Cibodas yang jarang terlihat, monyet ekor panjang dan lutung Jawa. Ada juga macan tutul, anjing liar dan babi liar.

Taman ini memiliki berbagai spesies burung, 251 dari 450 spesies di Jawa menghuni Taman ini, termasuk elang jawa dan burung hantu.
Danau Biru, terletak di ketinggian 1.575 m, berjarak sekitar 1,5 km dari pintu masuk di Cibodas, danau ini merupakan tempat piknik favorit. Warna biru danau ini berasal dari ganggang biru yang berada di dalam danau.

Air Terjun Cibeureum dengan tinggi 50 m, berjarak 2,8 km. dari Cibodas. Di sini terdapat lumut merah yang merupakan endemik Jawa Barat. Anda bisa menyaksikan kupu-kupu Arjuna sedang mencicipi lumpur asin di tepi air.
Jika Anda memiliki kesempatan, kunjungilah Mata air panas yang ditemukan sekitar dua jam dari Cibodas, sedangkan jika Anda ingin berkemah pergilah ke Gunung Putri dan Selabintana. 

Kawah Tangkuban Parahu: Puncak Legenda Parahyangan 
Gunung Tangkuban Parahu
Tangkuban Parahu adalah gunung berapi yang masih aktif, terletak 25-30 km di utara kota Bandung ke arah kota kecil Lembang. Perpaduan antara keindahan alam, dongeng populer, dan akses yang mudah dari Bandung menjadikan Tangkuban Parahu sebagai ikon wisata Jawa Barat. Selain itu, di tempat ini secara rutin digelar Festival Budaya dan Pariwisata Gunung Tangkuban Parahu.

Tangkuban Parahu terkenal dengan legenda rakyat masyarakat Jawa Barat yaitu Sangkuriang. Gunung ini berbentuk seperti perahu terbalik, dimana menurut legenda hal itu disebabkan karena Sangkuriang gagal memenuhi janji membuat perahu dan danaunya dalam satu malam sebagai syarat untuk menikahi Dayang Sumbi yang sejatinya adalah ibunya sendiri. Sangkuriang yang gagal karena kehabisan waktu kemudian menendang perahu tersebut hingga melayang jauh dan terbalik. Perahu terbalik tersebut tertelungkup, yang dalam bahasa Sunda disebut tangkub, sehingga sampai saat ini disebut Tangkuban Parahu.

Kawah besar yang terdapat di gunung ini merupakan pemandangan yang menakjubkan dan Anda dapat menjelajahi kawahnya sekitar 2 jam. Gas sulfur masih keluar dari kawah meskipun tidak aktif. Dari atas gunung ini, Kota Bandung hanyalah hamparan luas di kaki gunung. Kunjungi tempat ini sebagai bukti Anda telah ‘melihat’ Bandung.

Gunung Tangkuban Parahu (2084 m dpl) terbentuk dari aktivitas letusan berulang Gunung Api Sunda. Dalam catatan selama 2 abad terakhir, gunung ini meletus beberapa kali, yaitu: 1829, 1846, 1862, 1887, 1896, 1910, dan tahun 1929. Gunung Tangkuban Parahu memiliki tiga bentukan kawah utama, yaitu: Kawah Paguyangan Badak berumur 90.000-40.000 tahun. Aktivitas gunung kemudian berpindah dan membentuk Kawah Upas pada 40.000-10.000 tahun lalu. Terakhir, aktivitas berpindah ke Kawah Ratu, 10.000 tahun lalu sampai sekarang.  

Batu Karas: Menari Dengan Ombak 
Sebagai salah satu surga bagi para peselancar, Batu Karas merupakan campuran dari pantai Batu Hiu dan pantai Pangandaran. Pantai ini cocok untuk berenang dan berselancar, karena Batu Karas tidak hanya menawarkan air yang tenang tetapi juga gelombang yang menantang. Merupakan perpaduan yang cantik dan harmonis. Beberapa orang menyebutnya sebagai Bali kecil, karena menawarkan pengalaman yang sama tetapi sedikit tantangan. Terletak sekitar 40 kilometer atau satu jam perjalanan dari Pangandaran, pantai berpasir hitam yang cantik ini merupakan tempat liburan yang sempurna karena suasananya yang sepi dibanding dengan Pangandaran atau bahkan Bali.

Batu Karas sudah populer di kalangan para peselancar, nasional dan internasional. Selain pantainya yang relatif datar, Batu Karas juga memiliki teluk kecil, sehingga peselancar tidak perlu mendayung terlalu jauh ke titik awal gelombang datang. Untuk pemula ada banyak tempat penyewaan perlengkapan berselancar sekaligus dengan instruktur yang berpengalaman yang dapat mengajarkan segala hal yang harus Anda ketahui tentang berselancar. Jadi, tidak peduli apakah Anda seorang peselancar profesional atau tidak pernah berselancar atau tidak sama sekali, Anda masih bisa mencoba menangkap gelombang Batu Karas yang indah.

Umumnya, ada tiga tempat berselancar yang biasa dikenal di kalangan peselancar; Karang, Legok Pari dan Bulak Bendak. Karang, secara harfiah berarti batu, yang mungkin berasal dari banyak batu yang terletak pantai ini, kesempatan berselancar di pantai ini hanya didapat ketika air sedang pasang. Legok Pari adalah tempat berselancar paling favorit dan pantai yang sempurna untuk pemula karena pantai ini relatif aman dan ombak tidak terlalu tinggi. Untuk peselancar profesional, Bulak Bendak adalah tempat yang mereka pilih. Di sini, gelombang dapat menciptakan dinding panjang dan tinggi. Untuk sampai Bulak Bendak Anda harus naik perahu dengan biaya sekitar Rp200.000,00.


Batu Karas tidak hanya bisa dinikmati dengan berselancar saja, tapi tempat dimana Anda bisa menikmati Jet Ski, banana boat dan naik kereta kuda di tepi pantai. Namun itu hanya beberapa contoh yang bisa Anda lakukan di pantai ini. Bagi mereka yang suka berpetualang, Batu Karas menawarkan beberapa tempat yang cocok untuk berkemah dan hiking. Untuk petualangan lebih menantang, Anda dapat meminta penduduk lokal untuk membawa Anda ke Karang Nunggal, sebuah pantai terpencil dengan pemandangan spektakuler yang dihiasi oleh batu besar dan tinggi. Batu Karas adalah tempat liburan yang tepat bagi siapa pun. Berjalan di pantai saat matahari terbenam, menikmati kopi di "warung" di sore hari, menghabiskan hari dengan menonton anak-anak Anda membangun istana pasir di pantai atau hanya sekedar berjemur sambil bermandikan cahaya matahari.  

Batu Hiu: Batu Karang Tajam 
Sekitar 14 Km Selatan Pangandaran, Anda akan menemukan sebuah bukit menghadap pantai yang indah, ditutupi dengan gelombang yang memecah batu. Di antara batu-batu yang menghiasi pantai, ada satu batu yang berbentuk seperti ikan Hiu. Legenda mengatakan bahwa pada abad ke-11 sejumlah pasukan buangan kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Aki Gede dan Nini Gede tiba di temat ini. ketika mereka tiba di darat, mereka memutuskan untuk beristirahat dan tinggal sementara di dekat bukit. Kemudian Aki dan Nini Gede memerintahkan pasukan untuk mencari makanan. Salah satu pasukan yang disebut Ki Braja Lintang, memutuskan untuk mencari ikan di pantai dan menangkap ikan hiu. Ketika Aki dan Nini Gede mengetahui tentang ini, mereka mengatakan kepadanya untuk melepaskan ikan kembali ke lautan. Ketika mereka melepaskannya, ikan hiu tersebut berubah menjadi sebuah batu hitam besar yang berbentuk hiu dan masih bisa dilihat hingga saat ini dan dinamakan Batu Hiu.
Terletak di Desa Ciliang, Kecamatan Parigi, Batu Hiu menawarkan pemandangan spektakuler Samudra Hindia biru. Di atas bukit, Anda dapat menyaksikan dan mendengarkan gemuruh gelombang besar bergulung ke bawah dan menghancurkan batu pantai. Tempat ini dihiasi oleh pepohonan Pandan Wong (semacam palem) yang cantik dan merupakan tempat yang sempurna untuk merasakan angin bertiup lembut di wajah Anda. Ketika hari mulai redup, siapkan mata Anda untuk menyaksikan pesona matahari terbenam di cakrawala. Jika Anda membawa kamera, jangan lupa untuk mengabadikan momen ini.

Pintu masuk utama adalah sebuah gua yang berbentuk kepala Hiu besar, ketika Anda berada di dalam gua seolah-olah Anda sedang berada di dalam rahang hiu, dengan banyak gigi yang tajam. Ketika Anda menuju ujung yang lain, Anda akan menemukan sebuah pantai di mana Anda dapat bermain-main ria. Ada juga beberapa gua di daerah tersebut, penduduk setempat percaya bahwa salah satu gua ini terhubung ke Cirebon di Pantai Utara.
Meskipun tidak cocok untuk berenang, Batu Hiu adalah tempat yang tepat untuk bersantai. Sebuah tempat di mana Anda bisa melepaskan semua kepenatan dari rutinitas sehari-hari. Jika Anda kebetulan berada di sekitar Pangandaran, Batu Hiu adalah sesuatu yang tidak bisa lewatkan.  

Sungai dan Air Terjun Citumang 


Jauh di pedalaman Cijulang, Pangandaran Sungai Citumang mengalir di sebuah hutan hijau lebat yang airnya berwarna kebiruan. Sungai ini dihiasi oleh bebatuan indah, cabang-cabang pohon dan semak-semak. Airnya mengalir ke sebuah gua yang menakjubkan. Di sini, ketenangan akan menyapa Anda. Satu-satunya suara yang Anda dengar adalah suara harmoni alam yang manis, musik yang diciptakan oleh gemericik air dan bisikan angin yang berjalan melalui pepohonan, disertai suara hewan yang bersembunyi malu.

Sungai yang tenang ini terletak di Desa Bojong, kabupaten Ciamis, sekitar 15 km sebelah barat Pangandaran. Nama Citumang, berasal dari penduduk setempat yang percaya bahwa ada buaya  yang kakinya patah tinggal di sungai ini. Nama buaya tersebut "Si Tumang", maka sungai ini diberi nama Citumang.

Saat Anda berjalan di antara tebing tinggi, suara sungai mulai terdengar. Ketika Anda melewati tebing ini, keindahan sungai yang menakjubkan akan terkuak. Air jernih yang berwarna biru perlahan mengundang Anda untuk melompat kedalam sungai. Ketika Anda berjalan lebih ke hulu, Anda akan menemukan sebuah air terjun yang ditemani oleh pohon besar yang akarnya menjuntai. Tempat ini merupakan tempat yang tepat untuk bermain dengan adrenalin Anda, bergelantungan di ranting pohon seperti Tarzan dan terjun ke dalam air.

Ketika Anda berjalan lebih jauh mengikuti aliran air, Anda akan menemukan sebuah keajaiban alam yang langka. Air sungai masuk kedalam tanah dan muncul kembali di hilir sungai seperti sistem ledeng. Tempat ini terletak di ujung gua yang disebut gua Taringgul, dan aliran sungai di bawah tanah ini disebut "Sanghyang Tikoro" atau diterjemahkan sebagai tenggorokan Allah.

Sungai Citumang adalah tempat yang sempurna untuk membawa anak-anak dan keluarga Anda. Di sini, Anda dapat mengajari mereka nilai-nilai tentang alam, pentingnya lingkungan, dan tempat di mana waktu yang berkualitas tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi juga dengan lingkungan. Jika kesibukan kota membuat hari-hari Anda tertekan, cobalah benamkan kepala Anda ke dalam air pegunungan yang jenir dan sejuk. Tutup mata Anda dan biarkan perasaan tertekan Anda mengalir dengan air ke hilir. Perjalanan ke sungai Citumang sangat menyenangkan dan bermanfaat, jadi ketika Anda di sana, gunakan waktu Anda untuk bersenang-senang dan menyegarkan tubuh, jiwa dan pikiran.  

Green Canyon: Keajaiban Alam Tiada Tara 
Green Canyon bukanlah Grand Canyon Amerika, Tapi Green Canyon Pangandaran. Green Canyon yang awalnya disebut "Cukang Taneuh", bahasa Sunda untuk menyebut jembatan Tanah, karena disini ada jembatan yang lebarnya 3meter terbuat dari tanah berada di atas tebing kembar di tepi sungai. Keajaiban alam yang spektakuler ini tentu tidak akan Anda temui di tempat lain. Nama Green Canyon diyakini berasal dari seorang turis Perancis yang datang ke lokasi Green Canyon sekarang pada tahun 1993. Karena air dan lumut berwarna hijau yang berlimpah maka wisatawan itu memberikan nama Green Canyon. Green Canyon terletak di Desa Kertayasa, Ciamis, Jawa Barat, sekitar 31 Km atau 45 menit berkendara dari Pangandaran.

Ketika Anda tiba di pintu masuk utama dan area parkir Green Canyon, Anda akan melihat banyak perahu kayu yang populer disebut "ketinting" berbaris cantik di tepi sungai. Perahu-perahu inilah yang akan membawa Anda ke Green Canyon dengan ongkos Rp75.000,00 per orang. Sistem pengaturan perahu sangat terorganisir, setelah Anda membayar ongkos Anda akan menerima nomor dan akan mendapat giliran sesuai dengan nomor yang Anda terima.

Ketinting kemudian akan membawa Anda menyusuri sungai, membelah hijaunya air dan perahu akan menciptakan gelombang kecil di setiap sisinya. Ketika Anda berada di dalam perahu, Anda akan melihat pemandangan indah pepohonan di tepi sungai, dan kadang-kadang ular atau kadal akan melompat ke sungai, atau muncul ke permukaan air. Ketika perahu melambat pemandangan yang  mencengangkan tepat di depan mata Anda. Tebing tinggi kembar berdiri di setiap sisi sungai, dengan stalaktit dan stalagmit, air yang jernih dan Anda mungkin akan berpikir bahwa ini adalah Taman Eden. Air mengalir turun dari setiap sisi tebing menciptakan suara gemuruh air terjun. Jika air tidak sedang pasang, Anda bisa berjalan di bawah gua besar ini dan mengagumi kedua tebing besarnya. Pakaian Anda pasti akan basah kuyup, jadi tidak ada ruginya jika Anda sekalian berenang dan merasakan kesegaran airnya. Melompat dari tebing yang cukup tinggi kedalam air merupakan pengalaman yang tidak terlupakan. Hal yang paling nyata dari Green Canyon adalah tempatnya yang sangat bersih. Tidak ada sampah makanan ringan atau bungkus rokok mengambang dan bertebaran di sekitar tebing.
Lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Pangandaran, menjadikan Green Canyon sebagai destinasi wisata di pangandaran yang sulit untuk dilewatkan begitu saja. "Sepotong surga di bumi” begitulah yang digambarkan mereka yang datang ke Green Canyon. Sebuah keajaiban Alam tersembunyi di balik semak-semak tebal dan pepohonan hutan Pangandaran. Green Canyon adalah rahasia indah dan spektakuler yang tersembunyi di Pangandaran.

Tidak ada komentar: