Jawa Timur
Jawa Timur termasuk daerah paling padat
di Pulau Jawa. Provinsi ini memiliki pesona wisata yang unik sehingga
akan memikat Anda untuk mengunjunginya. Jawa Timur sangat kaya akan
berbagai tempat alternatif liburan Anda. Daya tarik atau tujuan wisata
yang ada di antaranya: wisata alam, wisata pantai, wisata gunung, wisata
belanja, wisata pendidikan, wisata seni, wisata budaya, wisata bahari,
wisata petualangan, wisata sejarah, wisata kerajinan, wisata lingkungan,
wisata agro, wisata udara, wisata konvensi, wisata ziarah wali songo,
dan juga wisata rohani.
Sebaiknya Anda mengunjungi Kota Malang untuk melihat-lihat balai kota, alun-alun, dan candi Singosari. Kota Batu memiliki kegiatan wisata petik apel dan juga temapt rekreasi keluarga, Jatim Park. Di Kabupaten Malang Anda dapat menikmati air terjun atau pantainya yang indah. Kawah Ijen dapat dikunjungi dari tiga daerah, yakni Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Jember. Berwisata bahari di Lamongan dan Telaga Sarangan di Magetan, serta masih banyak lagi tempat wisata lainnya akan membuat Jatim begitu mengesankan sebagai tujuan wisata keluarga atau petualangan. Bagi pecinta wisata belanja, ada juga objek wisata Intako, yakni tempat industri tas dan koper dan kerajinan dari kulit khas Tanggulangin di Sidoarjo.
Jangan lewatkan untuk menikmati pesona alam Taman Nasional Bromo-Semeru saat liburan Anda. Taman Nasional ini terletak di antara kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang. Inilah icon wisata Jawa Timur yang dihuni oleh suku Tengger dan setiap tahun diselenggarakan upacara Kasodo. Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila tidak menapakkan kaki di pegunungan yang terindah ini. Rasakan dinginnya udara yang bersih dan segar berselimutkan awan yang indah. Taman Nasional Bromo-Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, berada pada ketinggian 2392 m dari permukaan laut.
Sebuah pulau di bagian timur Jawa, yaitu Madura, patut Anda kunjungi yang terkenal dengan budaya karapan sapi (lomba pacu sapi), yang biasanya digelar bulan Agustus dan September setiap tahunnya.
Sebaiknya Anda mengunjungi Kota Malang untuk melihat-lihat balai kota, alun-alun, dan candi Singosari. Kota Batu memiliki kegiatan wisata petik apel dan juga temapt rekreasi keluarga, Jatim Park. Di Kabupaten Malang Anda dapat menikmati air terjun atau pantainya yang indah. Kawah Ijen dapat dikunjungi dari tiga daerah, yakni Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Jember. Berwisata bahari di Lamongan dan Telaga Sarangan di Magetan, serta masih banyak lagi tempat wisata lainnya akan membuat Jatim begitu mengesankan sebagai tujuan wisata keluarga atau petualangan. Bagi pecinta wisata belanja, ada juga objek wisata Intako, yakni tempat industri tas dan koper dan kerajinan dari kulit khas Tanggulangin di Sidoarjo.
Jangan lewatkan untuk menikmati pesona alam Taman Nasional Bromo-Semeru saat liburan Anda. Taman Nasional ini terletak di antara kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang. Inilah icon wisata Jawa Timur yang dihuni oleh suku Tengger dan setiap tahun diselenggarakan upacara Kasodo. Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila tidak menapakkan kaki di pegunungan yang terindah ini. Rasakan dinginnya udara yang bersih dan segar berselimutkan awan yang indah. Taman Nasional Bromo-Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, berada pada ketinggian 2392 m dari permukaan laut.
Sebuah pulau di bagian timur Jawa, yaitu Madura, patut Anda kunjungi yang terkenal dengan budaya karapan sapi (lomba pacu sapi), yang biasanya digelar bulan Agustus dan September setiap tahunnya.
Sejarah
Kejayaan kerajaan di Jawa
Tengah menurun sejak abad ke-10. Perannya kemudian digantikan oleh
Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan ini menguasai
seluruh kepulauan Indonesia, Semenanjung Melayu, dan sebagian wilayah
Filipina selama ratusan tahun. Sukses membina hubungan dagang dengan
Cina, Kamboja, Siam, Burma, dan Vietnam, selama masa pemerintahan Raja
Airlangga, masyarakat Jawa Timur dan Bali berhasil menciptakan hubungan
dagang dengan pulau-pulau di Nusantara dan mengembangkan kebudayaan dan
kesenian bercorak Hindu hingga puncaknya dari karya sastra hingga corak
candi yang indah.
Gunung Bromo: Matahari Terbit, Lautan Pasir, Berkuda, dan Secangkir Minuman Hangat
Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila belum menapakkan kaki di gunung api yang indah ini. Gunung
Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki keunikan dengan
pasir laut seluas 5.250 hektar di ketinggian 2392 m dpl. Anda dapat
berkuda dan mendaki Gunung Bromo melalui tangga dan melihat Matahari
terbit. Lihatlah bagaimana pesona Matahari yang menawan saat terbit dan
terbenamnya akan menjadi pengalaman pribadi yang mendalam saat Anda
melihatnya secara langsung.
Gunung Bromo berasal dari kata Brahma
(salah seorang Dewa agama Hindu). Bromo merupakan gunung api yang masih
aktif dan terkenal sebagai icon wisata Jawa Timur. Gunung ini tidak
sebesar gunung api lainnya di Indonesia tetapi memiliki pemandangannya
yang spektakuler dan dramatis. Keindahannya yang luar biasa membuat
wisatawan yang mengunjunginya akan berdecak kagum.
Dari puncak Gunung Penanjakan di ketinggian 2.770 m, wisatawan dari seluruh dunia datang untuk melihat sunrise Gunung Bromo. Pemandangannya sungguh menakjubkan dan yang akan Anda dengar hanya suara jepretan kamera wisatawan saat menangkap momen yang tidak bisa didapatkan di tempat lain. Saat sunrise sangat luar biasa dimana Anda akan melihat latar depan Gunung Semeru
yang mengeluarkan asap dari kejauhan dan matahari bersinar terang naik
ke langit.
Menikmati hamparan lautan pasir luas, menyaksikan kemegahan Gunung Semeru yang menjulang menggapai langit, serta menatap indahnya Matahari beranjak keluar dari peraduannya atau sebaliknya menikmati temaram senja dari punggung bukit Bromo adalah pengalaman yang takan terlupakan saat menyambangi Bromo.
Gunung Bromo dihuni oleh masyarakat suku
Tengger yang meyakini bahwa Gunung Bromo merupakan tempat dimana
seorang pangeran mengorbankan hidup untuk keluarganya. Masyarakat di
sini melakukan festival Yadnya Kasada atau Kasodo
setahun sekali dengan mempersembahkan sayuran, ayam, dan uang yang
dibuang ke dalam kawah gunung berapi untuk dipersembahkan kepada dewa.
Menyaksikan matahari terbit yang spektakuler dari Gunung Bromo merupakan puncak dari wisata di Bromo.
Datanglah pada bulan Kasada/ke-sepuluh
(biasanya bulan September-November) dan saksikan festival Kasada
tahunan dimana suku Tengger datang ke Bromo melemparkan sesajen yang
terdiri dari sayuran, ayam, dan uang ke dalam kawah gunung berapi.
Berkuda di atas lautan pasir yang hanya
dimiliki taman nasional ini merupakan pengalaman tak berbanding. Lautan
pasir ini begitu luas dan dengan ketinggian 2.392 meter, keunikan alam
ini hanya ada di Indonesia. Lautan pasir ini terlihat mengagumkan saat
matahari menyapukan sinarnya yang kejinggaan di pagi hari, terlihat
jelas dari Cemorolawang, salah satu pintu masuk kawasan taman nasional ini.
Para pendaki Gunung Semeru, selalunya melakukan detour ke beberapa danau dingin yang selalu berkabut, yaitu Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo. Hal ini merupakan sebuah pengalihan fokus perjalanan yang mengesankan.
Kawah Ijen: Keindahan Alam di antara Penambang Belerang Tradisional
Inilah salah satu pesona keindahan alam
Indonesia yang luar biasa dan telah memukau banyak wisatawan dari
berbagai negara. Di sinilah dapat Anda lihat danau kawah
luas yang menakjubkan bersama api berwarna biru dari belerangnya saat
malam hari. Selain menjadi tujuan wisata naik gunung, Kawah ijen juga
merupakan tempat penambangan belerang tradisional yang hilir-mudik di
arena bekas letusan kawah yang sebenarnya masih aktif.
Gunung Ijen sendiri berada di
kawasan Wisata Kawah Ijen dan Cagar Alam Taman Wisata Ijen di Kecamatan
Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Klobang Kabupaten Bondowoso. Gunung ini berada 2.368
meter di atas permukaan laut dimana puncaknya merupakan rentetan gunung
api di Jawa Timur seperti Bromo, Semeru dan Merapi. Kawah
Ijen merupakan tempat penambangan belerang terbesar di Jawa Timur yang
masih menggunakan cara tradisional. Ijen memiliki sumber sublimat
belerang yang seakan tidak pernah habis dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan industri kimia dan penjernih gula.
Kawah Ijen merupakan salah satu kawah paling asam terbesar di dunia dengan dinding kaldera setinggi 300-500 meter dan luas kawahnya mencapai 5.466 hektar. Kawah
di tengah kaldera tersebut merupakan yang terluas di Pulau Jawa dengan
ukuran 20 km. Ukuran kawahnya sendiri sekitar 960 meter x 600 meter.
Kawah tersebut terletak di kedalaman lebih dari 300 meter di bawah
dinding kaldera.
Pemandangan Kawah Ijen begitu
menakjubkan ketika disinari Matahari pagi dengan memancarkan kemilau
hijau toska. Sinaran yang juga menerpa dari balik Gunung Merapi, saudara
kembar Gunung Ijen jangan sampai Anda lewatkan untuk diabadikan oleh
kamera. Air kawahnya tenang berwarna hijau kebiruan namun Anda tidak
diperkenankan menuruninya karena air kawah bervolume sekira 200 juta
meter kubik itu panasnya mencapai 200 derajat celcius. Derajat keasaman
kawah tersebut sangat tinggi mendekati nol sehingga bisa melarutkan
pakaian bahkan tubuh manusia dengan cepat.
Dini hari pukul 01.00, saat Matahari
belum membiaskan pijarnya menguak keindahan danau kawah ini ada
keajaiban lain yang dihadirkan Ijen. Di bawah kawahnya berpijar api biru
(blue fire) dari cairan belerang yang mengalir tanpa henti
untuk dikeringkan oleh angin kemudian menjadi batu dan dicacah para
penambang. Bongkahan belerang tersebut kemudian ditempatkan pada dua
keranjang kayu dan dipakul menuruni gunung sejauh 3 km. Bukan beban yang
ringan sebab berat keranjang pikul tersebut bisa mencapai 100 kg.
Di tenggara kawah terdapat lapangan
solfatara yang merupakan dinding danau Kawah Ijen. Di bagian barat
terdapat Dam Kawah Ijen yang merupakan hulu dari Kali Banyupait.
Lapangan solfatara Gunung Kawah Ijen selalu melepaskan gas vulkanik
dengan konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas yang kadang menyengat.
Dam Kawah Ijen merupakan bagian dari objek wisata menarik tetapi tidak
selalu dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan jalan untuk menuju ke sana
cukup sulit dan sering rusak karena longsor. Dam Kawah Ijen adalah
bangunan beton yang dibangun sejak zaman Belanda dan dimaksudkan untuk
mengatur level air danau agar tidak menyebabkan banjir air asam. Tetapi
bendungan ini sekarang tidak berfungsi karena air tidak pernah mencapai
pintu air akibat terjadinya rembesan air danau di bawah dam.
Saat
pagi hari, ketika Matahari mulai menyinari kawasan Kawah Ijen,
pemandangan indah dapat Anda nikmati. Kawah Ijen yang berwarna hijau
kebiruan berpendar oleh cahaya Matahari yang berwarna keemasan memantul
di bawah kawah. Saat yang paling tepat untuk menyaksikan keindahan Ijen
pada dini hari antara pukul 02.00 hingga 04.00. Saat itu Anda dapat
menyaksikan bagaimana pijaran api biru (blue fire) dari bawah kawah.
Apabila Anda ingin turun ke bawah kawah
untuk melihat api biru maka wajib disertai pemandu. Kenakan masker dan
kaca mata pelindung itu karena selain bau belerang yang sangat menyegat,
asap belerang dari aktivitas para penambang akan dengan mudah menyerang
dan membaut pedih mata.
Kawah Ijen dari atas Gunung Ijen
terlihat sangat indah. Kawah ini merupakan danau besar berwarna hijau
kebiruan dengan kabut dan asap belerang yang sangat memesona. Selain
itu, udara dingin dengan suhu 10 derajat celcius, bahkan bisa mencapai
suhu 2 derajat celcius, ini jelas akan menambah sensasi tersendiri bagi
Anda. Berbagai tanaman yang hanya ada di dataran tinggi juga dapat Anda
temukan, seperti bunga edelweis dan cemara gunung.
Jalan tanah menanjak dengan ketinggian
2.700 di atas permukaan laut akan Anda lalui dengan berjalan kaki.
Perjalanan menuju ke Kawah Ijen akan membuat Anda menghargai kehidupan
ini. Para penambang belerang dengan tekun mengangkut belerang dengan
beban luar biasa berat apalagi kalau harus diangkut melalui dinding
kaldera yang begitu curam menuruni gunung sejauh 3 km. Berkenalanlah
dengan mereka, sapa dan Menyaksikan Penambang Belerang
Salah satu yang akan Anda saksikan
langsung di Kawah Ijen adalah adanya penambang belerang tradisional.
Penambang belerang tradisional ini konon hanya terdapat di Indonesia
yaitu di Welirang dan Ijen. Tempat pengambilan belerang terdapat di
dasar kawah sejajar dengan permukaan danau. Mereka dengan berani
mendekati danau untuk menggali belerang dengan peralatan sederhana lalu
dipikul dengan keranjang. Para penambang belerang ini mengambil belerang
dari dasar Kawah Ijen sejauh 3 km. Di tempat tersebut asap cukup tebal
namun mereka dengan peralatan penutup hidung sekadarnya tetap mencari
lelehan belerang. Sebuah pertaruhan nyawa untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Lelehan belerang diperoleh dari pipa
yang menuju sumber gas vulkanik mengandung sulfur. Gas ini dialirkan
melalui pipa lalu keluar dalam bentuk lelehan belerang berwarna merah.
Setelah membeku belerang tersebut akan membeku berwarna kuning. Bekuan
belerang inilah yang akan diambil oleh pekerja tambang. Sebelumnya
belerang dipotong dengan linggis kemudian langsung diangkut menggunakan
keranjang. Setelah belerang dipotong, penambang akan memikulnya melalui
jalan setapak. Beban yang dipikul cukup berat antara 80 hingga 100 kg.
Para penambang sudah terbiasa memikul beban yang berat ini sambil
menyusuri jalan setapak di tebing kaldera menuruni gunung sejauh 3
kilometer. Dalam sehari mereka hanya dibolehkan 2 kali naik-turun
kawah. Semua penambang akan berkumpul di bangunan bundar kuno
peninggalan Belanda yang dikenal dengan “Pengairan Kawah Ijen” yang
sekarang disebut sebagai Pos Bundar. Di sini penambang menimbang
muatannya dan mendapatkan secarik kertas tentang berat muatan dan
nilainya.
Di pos pengumpulan belerang Anda dapat
melihat dan merasakan ritual harian penambang belerang. Beberapa dari
mereka rehat di keteduhan meregang otot, beberapa yang punya karung
mengemas bongkah-bongkah hasil tambangannya. Truk terakhir datang
membawa serta pengurus koperasi. Pengurus mengabsen penambang satu per
satu yang dipanggil maju mengangkat pikulannya ke atas penimbang. Angka
yang ditunjuk oleh penimbang lalu diubah ke dalam Rupiah yang dibayar
sore itu juga. Penghasilan yang diterima seorang penambang belerang
dalam sehari tidak sebanding dengan ancaman yang dekat dengan nyawa
mereka. Satu orang penambang biasanya hanya mampu membawa satu kali
angkut setiap harinya mengingat beratnya pekerjaan dan jalan yang
dilalui.
Jangan sungkan, baurkan diri Anda
bersama penambang belerang di Kawah Ijen. Meski hidup terasa berat dan
keras, mereka tetap ramah dan bercanda, bahkan akan memberi jawaban atas
setiap keingintahuan Anda.
Candi Singosari
Tidak banyak sisa-sisa Kerajaan
Singosari yang pernah berkuasa abad 13 di Jawa Timur. Hanya ada sebuah
candi yang belum selesai dibangun dan dua patung raksasa yang berdiri
menjaga di depan istana sebagai jejak yang tersisa dari salah satu
kerajaan besar di Nusantara ini.
Candi Singosari disebut masyarakat setempat sebagai Candi Cungkup, awalnya sempat dinamakan juga candi Renggo, Candi Menara, dan Candi Cella. Untuk sebutan yang terakhir karena candi ini memiliki celah sebanyak 4 buah di bagian tubuh candi. Hingga kini nama yang lebih dikenal adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari.
Banyak yang menganggap bahwa Candi Singosari adalah makam Raja Kertanegara sebagai raja terakhir Singosari. Akan tetapi pendapat ini diragukan banyak ahli, lebih dimungkinkan Candi Singosari merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa karena sistem mandala yang berkonsep candi Hindu dan sekaligus sebagai media pengubah dari air biasa menjadi air suci (amerta).
Candi Singosari awalnya disebut dalam sebuah laporan kepurbakalaan tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard, seorang Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. Ia melaporkan tentang reruntuhan candi di daerah dataran tandus di Malang. Tahun 1901 Komisi Arkeologi Belanda melakukan pennelitian ulang dan penggalian. Berikutnya 1934 Departemen Survey Arkeologi Hindia Belanda Timur merestorasi bangunan ini hingga selesainya tahun 1937. Anda dapat melihat goresan tanda penyelesaian pemugaran ini pada batu kaki candi di sudut barat daya. Saat ini banyak arca-arca dari reruntuhan Candi Singosari disimpan di Museum Leiden Belanda.
Ada informasi yang mencukupi dapat diketahui tentang Singosari dari teks Jawa kuno abad ke-14 yaitu “Pararaton” atau kitab raja. Candi Singosari yang dibangun tahun 1304 ini umumnya dihiasi dari bawah hingga atasnya. Bila Anda perhatikan hiasan tersebut tidak seluruhnya terselesaikan sehingga ada dugaan candi ini dalam proses pembangunan yang belum selesai kemudian ditinggalkan. Dimungkinkan akibat adanya peperangan yaitu serangan Kerajaan Gelang-Gelang pimpinan Jayakatwang tahun 1292 hingga menghancurkan Kerajaan Singosari, sering disebut juga masa kehancuran Singosari atau pralaya.
Kerajaan Singosari didirikan tahun 1222 oleh seorang rakyat biasa bernama Ken Arok, yang berhasil menikahi putri cantik Ken Dedes dari Janggala setelah membunuh suaminya. Ken Arok kemudian menyerang Kediri dan berhasil menyatukan dua wilayah terbelah yang pernah dipisahkan oleh Raja Airlangga tahun 1049 sebagai warisan untuk kedua putranya.
Singosari kemudian berhasil mengembangkan pertanian yang subur di sepanjang aliran sungai Brantas, serta perdagangan laut yang menguntungkan di sepanjang Laut Jawa. Pada 1275 dan 1291 Raja Singosari yaitu Kertanegara menyerang kerajaan maritim Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian mengontrol perdagangan laut di laut Jawa dan Sumatera.
Dalam masa kejayaannya, Singosari begitu kuat, bahkan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang perkasa menganggap penting mengirim armada dan utusan khusus ke kerajaan Singosari untuk menuntut Raja Kertanegara secara pribadi untuk memberikan loyalitas kepada Mongol. Sebagai jawabannya, ternyata Raja Kertanegara memotong telinga salah satu utusan tersebut sebagai pesan kepada Kubilai Khan bahwa Singosari tidak akan tunduk.
Kemudian Kertanegara dibunuh oleh salah seorang raja bawahannya yaitu Jayakatwang tahun 1293. Ketika armada perang dikirim oleh Kubilai Khan tiba di Jawa, mereka tidak mengetahui bahwa rupanya Raja Kertanegara sudah tiada. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, berhasil membujuk armada Kublai Khan untuk membunuh Jayakatwang, tetapi kemudian justru berbalik mengusir armada Mongol dari Jawa.
Raden Wijaya selanjutnya mendirikan kerajaan Majapahit tahun 1294 di utara Singosari yaitu di Porong. Maka berlangsunglah sebuah masa keemasan bagi sebuah kerajaan bernama Majapahit yang kekuasaannya mencakup Indonesia saat ini dan bahkan hingga ke Malaysia dan Thailand.
Candi Singosari disebut masyarakat setempat sebagai Candi Cungkup, awalnya sempat dinamakan juga candi Renggo, Candi Menara, dan Candi Cella. Untuk sebutan yang terakhir karena candi ini memiliki celah sebanyak 4 buah di bagian tubuh candi. Hingga kini nama yang lebih dikenal adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari.
Banyak yang menganggap bahwa Candi Singosari adalah makam Raja Kertanegara sebagai raja terakhir Singosari. Akan tetapi pendapat ini diragukan banyak ahli, lebih dimungkinkan Candi Singosari merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa karena sistem mandala yang berkonsep candi Hindu dan sekaligus sebagai media pengubah dari air biasa menjadi air suci (amerta).
Candi Singosari awalnya disebut dalam sebuah laporan kepurbakalaan tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard, seorang Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. Ia melaporkan tentang reruntuhan candi di daerah dataran tandus di Malang. Tahun 1901 Komisi Arkeologi Belanda melakukan pennelitian ulang dan penggalian. Berikutnya 1934 Departemen Survey Arkeologi Hindia Belanda Timur merestorasi bangunan ini hingga selesainya tahun 1937. Anda dapat melihat goresan tanda penyelesaian pemugaran ini pada batu kaki candi di sudut barat daya. Saat ini banyak arca-arca dari reruntuhan Candi Singosari disimpan di Museum Leiden Belanda.
Ada informasi yang mencukupi dapat diketahui tentang Singosari dari teks Jawa kuno abad ke-14 yaitu “Pararaton” atau kitab raja. Candi Singosari yang dibangun tahun 1304 ini umumnya dihiasi dari bawah hingga atasnya. Bila Anda perhatikan hiasan tersebut tidak seluruhnya terselesaikan sehingga ada dugaan candi ini dalam proses pembangunan yang belum selesai kemudian ditinggalkan. Dimungkinkan akibat adanya peperangan yaitu serangan Kerajaan Gelang-Gelang pimpinan Jayakatwang tahun 1292 hingga menghancurkan Kerajaan Singosari, sering disebut juga masa kehancuran Singosari atau pralaya.
Kerajaan Singosari didirikan tahun 1222 oleh seorang rakyat biasa bernama Ken Arok, yang berhasil menikahi putri cantik Ken Dedes dari Janggala setelah membunuh suaminya. Ken Arok kemudian menyerang Kediri dan berhasil menyatukan dua wilayah terbelah yang pernah dipisahkan oleh Raja Airlangga tahun 1049 sebagai warisan untuk kedua putranya.
Singosari kemudian berhasil mengembangkan pertanian yang subur di sepanjang aliran sungai Brantas, serta perdagangan laut yang menguntungkan di sepanjang Laut Jawa. Pada 1275 dan 1291 Raja Singosari yaitu Kertanegara menyerang kerajaan maritim Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian mengontrol perdagangan laut di laut Jawa dan Sumatera.
Dalam masa kejayaannya, Singosari begitu kuat, bahkan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang perkasa menganggap penting mengirim armada dan utusan khusus ke kerajaan Singosari untuk menuntut Raja Kertanegara secara pribadi untuk memberikan loyalitas kepada Mongol. Sebagai jawabannya, ternyata Raja Kertanegara memotong telinga salah satu utusan tersebut sebagai pesan kepada Kubilai Khan bahwa Singosari tidak akan tunduk.
Kemudian Kertanegara dibunuh oleh salah seorang raja bawahannya yaitu Jayakatwang tahun 1293. Ketika armada perang dikirim oleh Kubilai Khan tiba di Jawa, mereka tidak mengetahui bahwa rupanya Raja Kertanegara sudah tiada. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, berhasil membujuk armada Kublai Khan untuk membunuh Jayakatwang, tetapi kemudian justru berbalik mengusir armada Mongol dari Jawa.
Raden Wijaya selanjutnya mendirikan kerajaan Majapahit tahun 1294 di utara Singosari yaitu di Porong. Maka berlangsunglah sebuah masa keemasan bagi sebuah kerajaan bernama Majapahit yang kekuasaannya mencakup Indonesia saat ini dan bahkan hingga ke Malaysia dan Thailand.
Sisa-sisa candi Singosari yang belum
selesai dibangun itu dapat Anda lihat di Desa Candirenggo, Kecamatan
Singosari. Candi ini terbuat dari batu andesit dengan bangunan yang
menghadap ke barat. Di halaman depan terdapat kumpulan patung, sementara
di bawah terdapat dua patung besar wali yang dikenal sebagai Dwarapala.
Candi Singosari terdiri dari 4 bagian utama.
Candi Singosari terdiri dari 4 bagian utama.
- Bagian bawah berupa persegi empat yang dinamakan batur candi atau teras.
- Kaki candi yang tinggi sekaligus sebagai ruangan tempat arca.
- Tubuh candi yang langsing dengan empat relung di masing-masing sisinya.
- Atap atau puncak yang menjulang makin mengecil di puncaknya.
Dalam agama Hindu, kaki candi (bhurloka) merupakan gambaran dari kaki gunung atau alam manusia, badan candi (bwahloka) sebagai lereng gunung atau alam langit, dan atap candi (swahloka)
sebagai puncak gunung atau alam khayangan-surgawi. Puncaknya ini
berbentuk limas dengan atap pejal berbentuk kubus, begitu pula keempat
puncak lain yang mengelilinginya sudah runtuh. Apa yang akan Anda
saksikan saat ini adalah sebuah candi yang terkesan ramping menjulang
bagian atasnya dan gamuk di bagian bawahnya.
Candi Singosari merupakan tiruan Gunung Meru yang berpuncak di Kaliasa dan dikelilingi empat puncak yaitu Gunung Mandara, Gunung Gandhamana, Gunung Vipula, dan Gunung Supasrsya. Anehnya di Jawa antara Gunung Meru dan Gunung Mandara tidaklah dibedakan, Gunung Meru itu gunung Mandara dan Gunung Mandara ya Gunung Meru.
Candi Singosari juga merupakan simbolisasi konsep Samodramanthana yaitu pengadukan lautan susu dengan menggunakan Gunung Mandara sebagai antan hingga keluarlah air suci atau amerta. Selain itu Candi Singosari juga merupakan simbolisasi dari Lingga dan Yoni dimana terlihat dari terasnya yang memilki cerat pada sisi yoni dan candinya sebagai lingga.
Awalnya sejak 1803-1939 Candi Singosari merupakan komplek percandian yang luas dengan 7 buah reruntuhan candi hingga terakhir yang selamat hanya 1 yaitu Candi Singosari ini. Saat Anda mengunjungi sisi halaman candi maka akan nampak sisa-sisa reruntuhan dan arca yang sebenarnya itu salah satu dari 7 reruntuhan candi sebelumnya. Saat ini di Candi Singosari dirawat dan dijaga oleh 3 orang staf dari Suaka Purbakala Jawa Timur yang diambil dari penduduk setempat.
Candi lain yang dibangun selama era Singosari adalah Candi Jago dibangun tahun 1268 di desa Tumpang, 6 km selatan kota Singosari sekarang. Candi ini didedikasikan untuk raja Singosari ke 4 Visnusardahana, sedangkan Candi Kidal, 11 km di sepanjang jalan yang sama, dibangun tahun 1260 dihiasi yang burung Garuda. Candi Kidal didedikasikan untuk raja Singosari ke 2, Anusapati. Sebuah patung asli dari raja Kertanegara masih berdiri di pusat kota Surabaya, yang dikenal sebagai Joko Dolog, atau Anak laki-laki Gemuk.
Candi Jawi yang indah, dengan latar belakang gunung Penanggungan dibangun pada masa pemerintahan Singosari. Hal ini diyakini sebagai candi pemakaman dari kelima raja terakhir. Dibangun abad ke-13 dan didedikasikan untuk dewa dewa Hindu Siwa dengan Sang Buddha. Candi Jawi terletak 40 km. selatan Surabaya, Prigen di jalan ke Tretes.
Candi Singosari merupakan tiruan Gunung Meru yang berpuncak di Kaliasa dan dikelilingi empat puncak yaitu Gunung Mandara, Gunung Gandhamana, Gunung Vipula, dan Gunung Supasrsya. Anehnya di Jawa antara Gunung Meru dan Gunung Mandara tidaklah dibedakan, Gunung Meru itu gunung Mandara dan Gunung Mandara ya Gunung Meru.
Candi Singosari juga merupakan simbolisasi konsep Samodramanthana yaitu pengadukan lautan susu dengan menggunakan Gunung Mandara sebagai antan hingga keluarlah air suci atau amerta. Selain itu Candi Singosari juga merupakan simbolisasi dari Lingga dan Yoni dimana terlihat dari terasnya yang memilki cerat pada sisi yoni dan candinya sebagai lingga.
Awalnya sejak 1803-1939 Candi Singosari merupakan komplek percandian yang luas dengan 7 buah reruntuhan candi hingga terakhir yang selamat hanya 1 yaitu Candi Singosari ini. Saat Anda mengunjungi sisi halaman candi maka akan nampak sisa-sisa reruntuhan dan arca yang sebenarnya itu salah satu dari 7 reruntuhan candi sebelumnya. Saat ini di Candi Singosari dirawat dan dijaga oleh 3 orang staf dari Suaka Purbakala Jawa Timur yang diambil dari penduduk setempat.
Candi lain yang dibangun selama era Singosari adalah Candi Jago dibangun tahun 1268 di desa Tumpang, 6 km selatan kota Singosari sekarang. Candi ini didedikasikan untuk raja Singosari ke 4 Visnusardahana, sedangkan Candi Kidal, 11 km di sepanjang jalan yang sama, dibangun tahun 1260 dihiasi yang burung Garuda. Candi Kidal didedikasikan untuk raja Singosari ke 2, Anusapati. Sebuah patung asli dari raja Kertanegara masih berdiri di pusat kota Surabaya, yang dikenal sebagai Joko Dolog, atau Anak laki-laki Gemuk.
Candi Jawi yang indah, dengan latar belakang gunung Penanggungan dibangun pada masa pemerintahan Singosari. Hal ini diyakini sebagai candi pemakaman dari kelima raja terakhir. Dibangun abad ke-13 dan didedikasikan untuk dewa dewa Hindu Siwa dengan Sang Buddha. Candi Jawi terletak 40 km. selatan Surabaya, Prigen di jalan ke Tretes.
Pantai Grajagan : Keindahan Pantainya Nelayan
Sebuah pantai indah di selatan Banyuwangi, berderet bersama Pantai Plengkung, Pulau Merah,
dan Pesanggaran. Meski tidak seterkenal Plengkung dan Pulau Merah,
namun Pantai Grajagan sejak lima tahun terakhir mulai dilirik peselancar
dunia.
Grajagan terletak sekitar 52 km ke arah
selatan dari Kota Banyuwangi. Posisi pantainya strategis menjadi pintu
gerbang menuju ke Pantai Plengkung. Grajagan berada di
kawasan seluas 314 hektar di hutan KPH
Banyuwangi Selatan, terletak di desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo,
Kabupaten Banyuwangi.
Pantainya luas diselimuti oleh pasir
hitam, memiliki gua dan bukit yang sangat indah. Ketika Anda berada di
sana maka akan melihat hamparan pantai dan bukit yang menjulang tinggi
di tepi pantai. Menikmati suasana pantai dengan deburan ombak laut lepas
dari atas shelter dan 3 gua peninggalan tentara Jepang pada masa Perang Dunia II.
Anda juga dapat menyaksikan langsung
aktifitas nelayan di pagi hari saat berangkat mencari ikan dan
menurunkan ikan hasil tangkapannya. Belilah beberapa jenis ikan laut
hasil tangkapan nelayan atau mengapa tidak memancingnya secara langsung.
Grajagan kira-kira 53 km ke arah selatan dari Banyuwangi. Ombak Pantai Grajagan tidak kalah menarik dari ombak Pantai Plengkung, Alas Purwo, juga di Banyuwangi Selatan. Bedanya, ombak Grajagan cenderung pecah sebelum ke pantai.
Grajagan adalah kawasan pantai dengan
panorama keindahan gunung dan hutannya. Pasir pantainya yang berwarna
hitam tak kalah eksotis dibandingkan pasir putih di Plengkung.
Gua pertahanan zaman Jepang juga dapat
Anda kunjungi di tempat wisata ini. Disekitar Pantai Grajagan banyak
terdapat gua buatan di tempat tinggi sehingga Anda dapat mengawasi
seluruh kawasan pantai. Pantai Grajagan bersebrangan dengan kawasan
pantai Cungur. Karena perairanya bebas dari pengaruh ombak Laut Selatan,
selain menikmati panorama sambil mandi matahari, di balik Pantai Cungur
terdapat Segoro Anak untuk kegiatan ski air, berperahu, dan kano.
Untuk Anda yang ingin belajar
berselancar di Pantai Grajagan Anda dapat mendatangi Made Supartha.
Lelaki yang berusia sekitar 40 tahun ini membuka kursus berselancar.
Supartha merupakan satu-satunya pelatih selancar di Grajagan. Sebuah
keahlian berselancar diperolehnya setelah berkelana di Bali
bertahun-tahun. Kemudian ia pulang ke Grajagan kampung halamannya untuk
menjadi anggota tim penyelamat pengunjung pantai hingga akhirnya membuka
tempat kursus selancar.
Ia
adalah seeorang yang benar-benar ingin mengembangkan olahraga selancar
di Grajagan. Papan selancar disewakan satu harinya Rp25.000,00 -
Rp30.000,00. Biasanya, para siswa kursus dan berlatih selancar pada hari
libur sejak pagi hari. Setelah lancar, mereka baru dibolehkan turun ke
laut. Untuk bisa mahir berselancar diperlukan waktu minimal empat bulan.
Jika ingin lebih mahir lagi maka tentunya Anda akan diarahkan untuk
datang ke Pantai Kuta di Bali.
Dari Grajagan menuju ke Pantai Plengkung
dibutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan menyusuri pantai menggunakan
perahu sewa, perjalanan itu ternyata hampir sama bila Anda menggunakan
mobil dengan melewati jalan darat hanya Jalan Makadam menuju ke Taman Nasional Alas Purwo
kurang bagus kondisinya. Perjalanan menarik dari Grajagan ke Alas Purwo
menggunakan perahu sewa, utamanya menuju ke pantai Ngagelan yang
merupakan tempat penangkaran penyu belimbing, abu-abu dan hijau. Tiap
malam petugas disini selalu mencari telur penyu untuk ditetaskan,
wisatawan yang sudah sampai di Ngagelan ini bisa melepas langsung penyu
yang sudah siap dan waktunya dilepas ke laut lepas setiap saat.
Taman Nasional Baluran: Eksotisme Alam Bebas di Timur Pulau Jawa
Inilah hamparan savana terluas di Pulau Jawa, membuat Anda yang berkunjung ke sini serasa berada di Afrika. Di
Baluran tersaji sungguhan alam menakjubkan ketika ratusan rusa
berlarian menuju kubangan air, merak jantan melebarkan ekornya untuk
menarik perhatian sang betina, puluhan kerbau besar yang gagah, belasan
elang mencari makan, hingga lutung dan makaka yang bergelantungan. Belum
lagi pepohonan khas Baluran yang mirip pohon pinang dan berbuah sekali
seumur hidup sebanyak 1 ton untuk kemudian mati. Pohon pilang yang
berbatang putih dan rimbun, bila Anda mengamatinya secara seksama maka
mirip pohon di film “Avatar” serta pohon bekol yang rindang mirip
beringin dengan nuansa magis.
Tidak besar biaya yang harus Anda
keluarkan untuk tiket masuknya, yaitu hanya Rp6.000,00 per mobil dan Rp
2.500,00 per orang. Kegiatan yang dapat dilakukan Baluran adalah
penelitian, pengamatan dan atraksi satwa, serta wisata bahari di Pantai
Bama. Sementara itu, fasilitas yang tersedia berupa kantor pengurus,
pondok kerja, pesanggarahan, shelter, jalan trail, menara pandang, dan
lainnya.
Kawasan Taman Nasional Baluran terletak
di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Batas
wilayah sebelah utara adalah Selat Madura, sebelah timur Selat Bali,
sebelah selatan Sungai Bajulmati, dan sebelah barat Sungai Klokoran.
Temperatur udaranya 27°- 34° C, curah hujan 900 - 1.600 mm/tahun,
ketinggian tempat 0 - 1.247 mdpl, letak geografis 7°29’ - 7°55’ LS,
114°17’ - 114°28’ BT, serta luasnya mencapai 25.000 ha. Di tengah
kawasan ini terdapat Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi.
Taman Nasional Baluran merupakan
perwakilan ekosistem hutan kering di Pulau Jawa, terdiri dari tipe
vegetasi savana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan
pegunungan bawah, hutan rawa, dan hutan yang selalu hijau sepanjang
tahun. Sekitar 40 % tipe vegetasi savana mendominasi kawasan Taman
Nasional Baluran. Tanahnya yang berwarna hitam dari jenis tanah aluvial
dan vulkanik meliputi luas setengah luas daratan rendah yang ditumbuhi
rumput savana. Daerah tersebut merupakan daerah yang sangat subur dan
kaya sumber makanan bagi berbagai jenis satwa pemakan rumput.
Iklim di Taman Nasional Baluran bertipe
Monsoon yang dipengaruhi angin timur yang kering. Curah hujan berkisar
antara 900-1.600 mm/tahun dan suhu udara antara 27°-30° C dengan bulan
kering per tahun rata-rata 9 bulan. Antara bulan Agustus hingga Desember
bertiup angin cukup kencang dari arah Selatan. Musim hujan terjadi pada
November-April, sedangkan musim kemarau pada April-Oktober dengan curah
hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Secara faktual, perkiraan
tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi.
Pada musim kemarau air tanah di
permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air di beberapa
mata air tersebut menjadi berkurang. Saat musim hujan, tanah yang hitam
sedikit sekali dapat ditembus air sehingga air mengalir di permukaan
tanah, membentuk banyak kubangan terutama di sebelah selatan daerah yang
menghubungkan Talpat dengan Bama.
Bila Anda datang saat musim penghujan
maka tumbuhan dan air sangat berlimpah sehingga penghuni taman seperti
banteng dan kerbau Liar memilih masuk ke pedalaman taman dari pada
bertatap muka dengan pengunjung. Akan tetapi, beberapa kelompok rusa,
merak, ayam hutan dan beburungan lainnya bisa Anda lihat hilir mudik.
Tumbuhan yang ada di Taman Nasional
Baluran ini sebanyak 444 jenis, diantaranya terdapat tumbuhan asli dan
khas yaitu widoro bukol (Ziziphus rotundifolia), mimba (Azadirachta indica), dan pilang (Acacia leucophloea).
Widoro bukol, mimba, dan pilang merupakan tumbuhan yang mampu
beradaptasi dalam kondisi sangat kering namun masih kelihatan hijau
walaupun tumbuhan lainnya sudah layu dan mengering. Tumbuhan yang lain
juga ada seperti kemiri (Aleurites moluccana), gebang (Corypha utan), api-api (Avicennia sp), asam (Tamarindus indica), gadung (Dioscorea hispida), kendal (Cordia obliqua), manting (Syzygium polyanthum), dan kepuh (Sterculia foetida).
Terdapat 26 jenis mamalia di antaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag (Cuon alpinus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), rusa (Cervus timorensis rusa), macan tutul (Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus).
Satwa banteng merupakan maskot khas dari Taman Nasional Baluran. Selain
itu, terdapat sekitar 155 jenis burung di antaranya termasuk yang
langka seperti layang-layang api (Hirundo rustica), ayam hutan merah (Gallus gallus), kangkareng (Anthracoceros convecus), rangkong (Buceros rhinoceros), tuwuk atau tuwur asia (Eudynamys scolopacea), burung merak (Pavo muticus), dan bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus).
Terdapat 155 jenis burung langka antara lain Walet ekor jarum (Hirundapus caudutus), Banteng (Bos javanicus), Ajag (Cuon alpinus), Kijang (Muntiacus muntjak), Burung merak (Pavo muticus), Ayam hutan (Gallus sp.), Macan tutul (Felis pardus), Kucing bakau (Felis viverrina) dan lain-lain.
Taman Nasional Alas Purwo: Hutan Tua Di Ujung Timur Pulau Jawa
“Jangan tinggalkan apapun kecuali telapak kaki dan jangan mengambil apapun kecuali foto. Alam itu pasrah kepadamu”.
Itu tulisan yang terpampang di salah satu pintu masuk ke Taman
Nasional Alas Purwo. Sebuah pesan kuat bagi siapapun agar turut menjaga
kelestarian hutan yang berusia sangat tua di ujung timur Pulau Jawa.
Hutan lebat terhampar seluas 43.420 hektar yang keberadaannya terus
dijaga dan dilindungi dari tangan-tangan keji perusak alam.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan
hutan tropis alami dan termasuk yang tertua di Pulau Jawa. Taman
nasional ini merupakan hutan hujan paling alami di Indonesia, bahkan
mungkin di Asia. Di Taman Nasional Alas Purwo, Anda dapat melihat
banteng jawa, burung merak, babi hutan, rusa, serigala hutan, ular
pyton, dan hewan lainnya termasuk macan tutul dan harimau jawa.
Pepohonan menjulang tinggi berdiameter
besar dengan umur ratusan tahun. Pohon tersebut berdiameter rata-rata 30
cm dan tinggi 10-15 meter. Tanaman yang berhasil diidentifikasikan di
Alas Purwoada sekitar 580 jenis. Anda akan menikmati indahnya hutan sawo
kecik (manilkarakauki), bumbu manggong, dan pohon lainnya termasuk nyamplung (calophyllum inophyllum), ketapang (terminalia cattapa), serta kepuh (stercullia foetida).
Menyusuri jalanan hutannya Alas Purwo
maka Anda akan disambut suara kicau burung trucak bali, trucak hijau,
hingga merak dan rusa (cervus timorensis) yang dengan mudahnya terlihat mengendap di antara pepohonan. Sesekali Anda mungkin menemui beberapa kijang (muntiachus muncjak) bertanduk gagah, kera ekor panjang, lutung, ayam hutan, burung kangkareng (antracoceros coronatus), rangkong, cekakak jawa abu-abu (macaca fascicularisl), ayam hutan (ghalus ghalus), rangkong (buceros undulatus), dan bisa juga banyak burung merak (pavomuticus).
Anda dapat memuaskan kegemaran
berpetualang menembus hutan, mengamati satwa di Sadengan atau berkunjung
ke gua-gua yang sejak zaman dahulu sudah sering dijadikan tempat
bersemedi. Gua-gua di wilayah ini di antaranya adalah Gua Istana, Gua
Putri dan Gua Padepokan. Ada pula Gua Macan yang dianggap memiliki
nuansa mistis tinggi. Menurut cerita masyarakat setempat, di tempat
tersebut Bung Karno pernah bertapa. Gua-gua tersebut dapat dicapai dari
Pos Pancur sejauh 2 km dengan berjalan kaki.
Taman Nasional Alas Purwo benar-benar
hutan tua, tempat yang dapat menginspirasi cerita-cerita kuno komik dan
film silat. Sejatinya memang dahulu hutan ini menjadi tempat orang
tertentu menguatkan kesaktian ilmu kanuragan atau bagi mereka yang ingin
melepaskan diri dari kemewahan kehidupan duniawi.
Selain Gua meditasi, ada juga Situs
Kawitan dan pura Hindu yang juga berumur tua. Uniknya tempat peribadatan
ini berada di tengah hutan Taman Nasional Alas Purwo. Pura tersebut
bernama Pura Luhur Giri Salaka dan masih banyak dikunjungi pemeluk Hindu
pada hari suci Pager Wesi setiap 210 hari.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Alas Purwo mayoritas berasal dari
Mataraman Kuno yang berbudaya Jawa Tradisional. Oleh karena itu, tradisi
kejawen masih lestari di sini seperti bertapa atau bersemedi yang masih
sering dilakukan masyarakatnya. Pada hari-hari tertentu seperti malam 1
Suro, bulan purnama, atau bulan mati, masyarakat Hindu Bali dan ahli
kebatinan Jawa sengaja datang ke taman nasional ini untuk meditasi atau
melaksanakan upacara keagamaan.Di Pancur ada sungai yang mengalir ke laut dari pantai yang agak terjal sepanjang tahun. Pancur menjadi pintu masuk petualangan Anda menuju gua-gua dan areal berselancar di Pantai Plengkung (G-Land). Di sini juga terdapat masjid, penginapan, dan warung-warung makan.
Di Pantai Trianggulasi yang berpasir putih bersih dapat Anda lihat tempat bertelurnya empat jenis penyu, yaitu penyu belimbing, penyu sisik, penyu abu-abu, dan penyu hijau. Waktu yang tepat untuk kegiatan ini adalah pada April-November.
Di Ngagelan juga menjadi tempat penetasan dan penangkaran penyu. Dari tujuh jenis penyu di dunia, enam jenis penyu terdapat di Indonesia, empat diantaranya adalah penyu belimbing, penyu sisik, penyu abu-abu, dan penyu hijau. Pantai Ngagelan dapat Anda capai sekira 3 km dari Rawabendo melalui Jalan Makadam.
Di Tanjung Sembulungan Anda dapat menikmati panorama pegunungan dan hutan yang berbatasan dengan Pantai Muncar. Selain juga terdapat tebing-tebing karang yang eksotik. Di Makam Gandrung sering dijadikan lokasi selamatan nelayan Muncar. Biasanya setiap 15 Suro dilakukan upacara petik laut dengan melarung aneka jenis sesaji.
Di Cunggur merupakan daerah burung migran asal Australia di musim dingin menuju Asia untuk mencari makan.
Di Kayu Aking terdapat pantai berpasir putih seluas 12 km sepanjang bibir pantainya. Letaknya berbatasan langsung dengan Selat Bali.
Di Bedul ada Segoro Anakan sebagai kawasan wisata bahari dan identik sebagai hutan mangrove termasuk yang terbesar se-Asia. Wilayah tersebut juga menjadi tempat breeding area dan nesting area beberapa jenis burung air seperti bangau tong tong, pecuk ular, trinil, raja udang, dan pelikan trinil. Selain itu, Bedul juga menjadi salah satu tempat yang digunakan masyarakat sekitar untuk mencari kerang, udang, kepiting, dan ikan dengan alat-alat tradisional. Hal tersebut justru menjadi daya tarik untuk Anda amati sembari berkeliling dengan perahu kayu yang unik yaitu “gondang ganding”.
Setelah mengunjungi Bedul, sebaiknya Anda kembali lagi ke Rowobendo, lalu putar ke arah Sadengan. Sadengan berada tak jauh dari pintu masuk Rawabendo, atau 3 km Jalan Makadam melalui pepohonan jati yang berusia tua. Di Sadengan ada tempat penggembalaan buatan seluas 80 hektar yang dilengkapi menara pandang untuk menikmati atraksi beragam hewan di rerumputan luas. Dari situ, Anda dapat lihat aneka satwa liar seperti banteng, kijang, rusa, kancil, babi hutan, dan burung merak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar