Selasa, 02 Desember 2014

Wisata Jawa Timur Bab I



Jawa Timur

Jawa TimurJawa Timur termasuk daerah paling padat di Pulau Jawa. Provinsi ini memiliki pesona wisata yang unik sehingga akan memikat Anda untuk mengunjunginya. Jawa Timur sangat kaya akan berbagai tempat alternatif liburan Anda. Daya tarik atau tujuan wisata yang ada di antaranya: wisata alam, wisata pantai, wisata gunung, wisata belanja, wisata pendidikan, wisata seni, wisata budaya, wisata bahari, wisata petualangan, wisata sejarah, wisata kerajinan, wisata lingkungan, wisata agro, wisata udara, wisata konvensi, wisata ziarah wali songo, dan juga wisata rohani.

Sebaiknya Anda mengunjungi Kota Malang untuk melihat-lihat balai kota, alun-alun, dan candi Singosari. Kota Batu  memiliki kegiatan wisata petik apel dan juga temapt rekreasi keluarga, Jatim Park. Di  Kabupaten Malang  Anda dapat menikmati air terjun atau pantainya yang indah. Kawah Ijen dapat dikunjungi dari tiga daerah, yakni Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Jember. Berwisata bahari di Lamongan dan Telaga Sarangan di Magetan,  serta masih banyak lagi tempat wisata lainnya akan membuat Jatim begitu mengesankan sebagai tujuan wisata keluarga atau petualangan. Bagi pecinta wisata belanja, ada juga objek wisata Intako, yakni tempat industri tas dan koper dan kerajinan dari kulit khas Tanggulangin di Sidoarjo.

Jangan lewatkan untuk menikmati pesona alam Taman Nasional Bromo-Semeru saat liburan Anda. Taman Nasional ini terletak di antara kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang. Inilah icon wisata Jawa Timur yang dihuni oleh suku Tengger dan  setiap tahun diselenggarakan upacara Kasodo. Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila tidak menapakkan kaki di pegunungan yang terindah ini. Rasakan dinginnya udara yang bersih dan segar berselimutkan awan yang indah. Taman Nasional Bromo-Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, berada pada ketinggian 2392 m dari permukaan laut.

Sebuah pulau di bagian timur Jawa, yaitu Madura, patut  Anda kunjungi yang terkenal dengan budaya karapan sapi (lomba pacu sapi), yang biasanya digelar bulan Agustus dan September setiap tahunnya.

Sejarah

Kejayaan kerajaan di Jawa Tengah menurun sejak abad ke-10. Perannya kemudian digantikan  oleh Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan ini menguasai seluruh kepulauan Indonesia, Semenanjung Melayu, dan sebagian wilayah Filipina selama ratusan tahun. Sukses membina hubungan dagang dengan Cina, Kamboja, Siam, Burma, dan Vietnam, selama masa pemerintahan Raja Airlangga, masyarakat Jawa Timur dan Bali berhasil menciptakan hubungan dagang dengan pulau-pulau di Nusantara dan mengembangkan kebudayaan dan kesenian bercorak Hindu hingga puncaknya dari karya sastra hingga corak candi yang indah.

Gunung Bromo: Matahari Terbit, Lautan Pasir, Berkuda, dan Secangkir Minuman Hangat 


Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila belum menapakkan kaki di gunung api yang indah ini. Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki keunikan dengan pasir laut seluas 5.250 hektar di ketinggian 2392 m dpl. Anda dapat berkuda dan mendaki Gunung Bromo melalui tangga dan melihat Matahari terbit. Lihatlah bagaimana pesona Matahari yang menawan saat terbit dan terbenamnya akan menjadi pengalaman pribadi yang mendalam saat Anda melihatnya secara langsung.

Gunung Bromo berasal dari kata Brahma (salah seorang Dewa agama Hindu). Bromo merupakan gunung api yang masih aktif dan terkenal sebagai icon wisata Jawa Timur. Gunung ini tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia tetapi memiliki pemandangannya yang spektakuler dan dramatis. Keindahannya yang luar biasa membuat wisatawan yang mengunjunginya akan berdecak kagum.


Dari puncak Gunung Penanjakan di ketinggian 2.770 m, wisatawan dari seluruh dunia datang untuk melihat sunrise Gunung Bromo. Pemandangannya sungguh menakjubkan dan yang akan Anda dengar hanya suara jepretan kamera wisatawan saat menangkap momen yang tidak bisa didapatkan di tempat lain. Saat sunrise sangat luar biasa dimana Anda akan melihat latar depan Gunung Semeru yang mengeluarkan asap dari kejauhan dan matahari bersinar terang naik ke langit.   

Menikmati hamparan lautan pasir luasmenyaksikan kemegahan Gunung Semeru yang menjulang menggapai langit, serta menatap indahnya Matahari beranjak keluar dari peraduannya atau sebaliknya menikmati temaram senja dari punggung bukit Bromo adalah pengalaman yang takan terlupakan saat menyambangi Bromo.

Gunung Bromo dihuni oleh masyarakat suku Tengger yang meyakini bahwa Gunung Bromo merupakan tempat dimana seorang pangeran mengorbankan hidup untuk keluarganya. Masyarakat di sini melakukan festival Yadnya Kasada atau Kasodo setahun sekali dengan mempersembahkan sayuran, ayam, dan uang yang dibuang ke dalam kawah gunung berapi untuk dipersembahkan kepada dewa.

Menyaksikan matahari terbit yang spektakuler dari Gunung Bromo merupakan puncak dari wisata di Bromo.

Datanglah pada bulan Kasada/ke-sepuluh (biasanya bulan September-November) dan saksikan festival Kasada tahunan dimana suku Tengger datang ke Bromo melemparkan sesajen yang terdiri dari sayuran, ayam, dan uang ke dalam kawah gunung berapi.

Berkuda di atas lautan pasir yang hanya dimiliki taman nasional ini merupakan pengalaman tak berbanding. Lautan pasir ini begitu luas dan dengan ketinggian 2.392 meter, keunikan alam ini hanya ada di Indonesia. Lautan pasir ini terlihat mengagumkan saat matahari menyapukan sinarnya yang kejinggaan di pagi hari, terlihat jelas dari Cemorolawang, salah satu pintu masuk kawasan taman nasional ini.


Para pendaki Gunung Semeru, selalunya melakukan detour ke beberapa danau dingin yang selalu berkabut, yaitu Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo. Hal ini merupakan sebuah pengalihan fokus perjalanan yang mengesankan. 
Kawah Ijen: Keindahan Alam di antara Penambang Belerang Tradisional 
Kawah Ijen: Menyaksikan Api Biru dan Penambang Belerang Tradisional
Inilah salah satu pesona keindahan alam Indonesia yang luar biasa dan telah memukau banyak wisatawan dari berbagai negara. Di sinilah dapat Anda lihat danau kawah luas yang menakjubkan bersama api berwarna biru dari belerangnya saat malam hari. Selain menjadi tujuan wisata naik gunung, Kawah ijen juga merupakan tempat penambangan belerang tradisional yang hilir-mudik di arena bekas letusan kawah yang sebenarnya masih aktif.
Gunung Ijen sendiri berada di kawasan Wisata Kawah Ijen dan Cagar Alam Taman Wisata Ijen di Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Klobang Kabupaten Bondowoso. Gunung ini berada 2.368 meter di atas permukaan laut dimana puncaknya merupakan rentetan gunung api di Jawa Timur seperti Bromo, Semeru dan Merapi. Kawah Ijen merupakan tempat penambangan belerang terbesar di Jawa Timur yang masih menggunakan cara tradisional. Ijen memiliki sumber sublimat belerang yang seakan tidak pernah habis  dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri kimia dan penjernih gula.  
Kawah Ijen merupakan salah satu kawah paling asam terbesar di dunia dengan dinding kaldera setinggi 300-500 meter dan luas kawahnya mencapai 5.466 hektar. Kawah di tengah kaldera tersebut merupakan yang terluas di Pulau Jawa dengan ukuran 20 km. Ukuran kawahnya sendiri sekitar 960 meter x 600 meter. Kawah tersebut terletak di kedalaman lebih dari 300 meter di bawah dinding kaldera.
Pemandangan Kawah Ijen begitu menakjubkan ketika disinari Matahari pagi dengan memancarkan kemilau hijau toska. Sinaran yang juga menerpa dari balik Gunung Merapi, saudara kembar Gunung Ijen jangan sampai Anda lewatkan untuk diabadikan oleh kamera. Air kawahnya tenang berwarna hijau kebiruan namun Anda tidak diperkenankan menuruninya karena air kawah bervolume sekira 200 juta meter kubik itu panasnya mencapai 200 derajat celcius. Derajat keasaman kawah tersebut sangat tinggi mendekati nol sehingga bisa melarutkan pakaian bahkan tubuh manusia dengan cepat.
Dini hari pukul 01.00, saat Matahari belum membiaskan pijarnya menguak keindahan danau kawah ini ada keajaiban lain yang dihadirkan Ijen. Di bawah kawahnya berpijar api biru (blue fire) dari cairan belerang yang mengalir tanpa henti untuk dikeringkan oleh angin kemudian menjadi batu dan dicacah para penambang. Bongkahan belerang tersebut kemudian ditempatkan pada dua keranjang kayu dan dipakul menuruni gunung sejauh 3 km. Bukan beban yang ringan sebab berat keranjang pikul tersebut bisa mencapai 100 kg.
Kawah Ijen: Menyaksikan Api Biru dan Penambang Belerang Tradisional
Di tenggara kawah terdapat lapangan solfatara yang merupakan dinding danau Kawah Ijen. Di bagian barat terdapat Dam Kawah Ijen yang merupakan hulu dari Kali Banyupait. Lapangan solfatara Gunung Kawah Ijen selalu melepaskan gas vulkanik dengan konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas yang kadang menyengat. Dam Kawah Ijen merupakan bagian dari objek wisata menarik tetapi tidak selalu dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan jalan untuk menuju ke sana cukup sulit dan sering rusak karena longsor. Dam Kawah Ijen adalah bangunan beton yang dibangun sejak zaman Belanda dan dimaksudkan untuk mengatur level air danau agar tidak menyebabkan banjir air asam. Tetapi bendungan ini sekarang tidak berfungsi karena air tidak pernah mencapai pintu air akibat terjadinya rembesan air danau di bawah dam.

Saat pagi hari, ketika Matahari mulai menyinari kawasan Kawah Ijen, pemandangan indah dapat Anda nikmati. Kawah Ijen yang berwarna hijau kebiruan berpendar oleh cahaya Matahari yang berwarna keemasan memantul di bawah kawah. Saat yang paling tepat untuk menyaksikan keindahan Ijen pada dini hari antara pukul 02.00 hingga 04.00. Saat itu Anda dapat menyaksikan bagaimana pijaran api biru (blue fire) dari bawah kawah.
Apabila Anda ingin turun ke bawah kawah untuk melihat api biru maka wajib disertai pemandu. Kenakan masker dan kaca mata pelindung itu karena selain bau belerang yang sangat menyegat, asap belerang dari aktivitas para penambang akan dengan mudah menyerang dan membaut pedih mata.
Kawah Ijen dari atas Gunung Ijen terlihat sangat indah. Kawah ini merupakan danau besar berwarna hijau kebiruan dengan kabut dan asap belerang yang sangat memesona. Selain itu, udara dingin dengan suhu 10 derajat celcius, bahkan bisa mencapai suhu 2 derajat celcius, ini jelas akan menambah sensasi tersendiri bagi Anda. Berbagai tanaman yang hanya ada di dataran tinggi juga dapat Anda temukan, seperti bunga edelweis dan cemara gunung.
Jalan tanah menanjak dengan ketinggian 2.700 di atas permukaan laut akan Anda lalui dengan berjalan kaki. Perjalanan menuju ke Kawah Ijen akan membuat Anda menghargai kehidupan ini. Para penambang belerang dengan tekun mengangkut belerang dengan beban luar biasa berat apalagi kalau harus diangkut melalui dinding kaldera yang begitu curam menuruni gunung sejauh 3 km. Berkenalanlah dengan mereka, sapa dan Menyaksikan Penambang Belerang
Kawah Ijen: Menyaksikan Api Biru dan Penambang Belerang Tradisional
Salah satu yang akan Anda saksikan langsung di Kawah Ijen adalah adanya penambang belerang tradisional. Penambang belerang tradisional ini konon hanya terdapat di Indonesia yaitu di Welirang dan Ijen. Tempat pengambilan belerang terdapat di dasar  kawah sejajar dengan permukaan danau. Mereka dengan berani mendekati danau untuk menggali belerang dengan peralatan sederhana lalu dipikul dengan keranjang. Para penambang belerang ini mengambil belerang dari dasar Kawah Ijen sejauh 3 km. Di tempat tersebut asap cukup tebal namun mereka dengan peralatan penutup hidung sekadarnya tetap mencari lelehan belerang. Sebuah pertaruhan nyawa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Lelehan belerang diperoleh dari pipa yang menuju sumber gas vulkanik mengandung sulfur. Gas ini dialirkan melalui pipa lalu keluar dalam bentuk lelehan belerang berwarna merah. Setelah membeku belerang tersebut akan membeku berwarna kuning. Bekuan belerang inilah yang akan diambil oleh pekerja tambang. Sebelumnya belerang dipotong dengan linggis kemudian langsung diangkut menggunakan keranjang. Setelah belerang dipotong, penambang akan memikulnya melalui jalan setapak. Beban yang dipikul cukup berat antara 80 hingga 100 kg. Para penambang sudah terbiasa memikul beban yang berat ini sambil menyusuri jalan setapak di tebing kaldera menuruni gunung sejauh 3 kilometer.  Dalam sehari mereka hanya dibolehkan 2 kali naik-turun kawah. Semua penambang akan berkumpul di bangunan bundar kuno peninggalan Belanda yang dikenal dengan “Pengairan Kawah Ijen” yang sekarang disebut sebagai Pos Bundar. Di sini penambang menimbang muatannya dan mendapatkan secarik kertas tentang berat muatan dan nilainya.
Di pos pengumpulan belerang Anda dapat melihat dan merasakan ritual harian penambang belerang. Beberapa dari mereka rehat di keteduhan meregang otot, beberapa yang punya karung mengemas bongkah-bongkah hasil tambangannya. Truk terakhir datang membawa serta pengurus  koperasi. Pengurus mengabsen penambang satu per satu yang dipanggil maju mengangkat pikulannya ke atas penimbang. Angka yang ditunjuk oleh penimbang lalu diubah ke dalam Rupiah yang dibayar sore itu juga. Penghasilan yang diterima seorang penambang belerang dalam sehari tidak sebanding dengan ancaman yang dekat dengan nyawa mereka. Satu orang penambang biasanya hanya mampu membawa satu kali angkut setiap harinya  mengingat beratnya pekerjaan dan jalan yang dilalui.
Jangan sungkan, baurkan diri Anda bersama penambang belerang di Kawah Ijen. Meski hidup terasa berat dan keras, mereka tetap ramah dan bercanda, bahkan akan memberi jawaban atas setiap keingintahuan Anda.  

Candi Singosari 
Tidak banyak sisa-sisa Kerajaan Singosari yang pernah berkuasa abad 13 di Jawa Timur. Hanya ada sebuah candi yang belum selesai dibangun dan dua patung raksasa yang berdiri menjaga di depan istana sebagai jejak yang tersisa dari salah satu kerajaan besar di Nusantara ini.

Candi Singosari disebut masyarakat setempat sebagai Candi Cungkup, awalnya sempat dinamakan juga candi Renggo, Candi Menara, dan Candi Cella. Untuk sebutan yang terakhir karena candi ini memiliki celah sebanyak 4 buah di bagian tubuh candi. Hingga kini nama yang lebih dikenal adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari.

Banyak yang menganggap bahwa Candi Singosari adalah makam Raja Kertanegara sebagai raja terakhir Singosari. Akan tetapi pendapat ini diragukan banyak ahli, lebih dimungkinkan Candi Singosari merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa karena sistem mandala yang berkonsep candi Hindu dan sekaligus sebagai media pengubah dari  air biasa menjadi air suci (amerta).

Candi Singosari awalnya disebut dalam sebuah laporan kepurbakalaan tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard, seorang Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. Ia melaporkan tentang reruntuhan candi di daerah dataran tandus di Malang. Tahun 1901 Komisi Arkeologi Belanda melakukan pennelitian ulang dan penggalian. Berikutnya 1934 Departemen Survey Arkeologi Hindia Belanda Timur merestorasi bangunan ini hingga selesainya tahun 1937. Anda dapat melihat goresan tanda penyelesaian pemugaran ini pada batu kaki candi di sudut barat daya. Saat ini banyak arca-arca dari reruntuhan Candi Singosari disimpan di Museum Leiden Belanda.

Ada informasi yang mencukupi dapat diketahui tentang Singosari dari teks Jawa kuno abad ke-14 yaitu “Pararaton” atau kitab raja. Candi Singosari yang dibangun tahun 1304 ini umumnya dihiasi dari bawah hingga atasnya. Bila Anda perhatikan hiasan tersebut tidak seluruhnya terselesaikan sehingga ada dugaan candi ini dalam proses pembangunan yang belum selesai kemudian ditinggalkan. Dimungkinkan akibat adanya peperangan yaitu serangan Kerajaan Gelang-Gelang pimpinan Jayakatwang tahun 1292 hingga menghancurkan Kerajaan Singosari, sering disebut juga masa kehancuran Singosari atau pralaya.

Kerajaan Singosari didirikan tahun 1222 oleh seorang rakyat biasa bernama Ken Arok, yang berhasil menikahi putri cantik Ken Dedes dari Janggala setelah membunuh suaminya. Ken Arok kemudian menyerang Kediri dan berhasil menyatukan dua wilayah terbelah yang pernah dipisahkan oleh Raja Airlangga tahun 1049 sebagai warisan untuk kedua putranya.

Singosari kemudian berhasil mengembangkan pertanian yang subur di sepanjang aliran sungai Brantas, serta perdagangan laut yang menguntungkan di sepanjang Laut Jawa. Pada 1275 dan 1291 Raja Singosari yaitu Kertanegara menyerang kerajaan maritim Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian mengontrol perdagangan laut di laut Jawa dan Sumatera.

Dalam masa kejayaannya, Singosari begitu kuat, bahkan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang perkasa menganggap penting mengirim armada dan utusan khusus ke kerajaan Singosari untuk menuntut Raja Kertanegara secara pribadi  untuk memberikan loyalitas kepada Mongol. Sebagai jawabannya, ternyata Raja Kertanegara memotong telinga salah satu utusan tersebut sebagai pesan kepada Kubilai Khan bahwa Singosari tidak akan tunduk.

Kemudian Kertanegara dibunuh oleh salah seorang raja bawahannya yaitu Jayakatwang tahun 1293. Ketika armada perang dikirim oleh Kubilai Khan tiba di Jawa, mereka tidak mengetahui bahwa rupanya Raja Kertanegara sudah tiada. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, berhasil membujuk armada Kublai Khan untuk membunuh Jayakatwang, tetapi kemudian justru berbalik mengusir armada Mongol dari Jawa.

Raden Wijaya selanjutnya mendirikan kerajaan Majapahit tahun 1294 di utara Singosari yaitu di Porong. Maka berlangsunglah sebuah masa keemasan bagi sebuah kerajaan bernama Majapahit yang kekuasaannya mencakup Indonesia saat ini dan bahkan hingga ke Malaysia dan Thailand.

Sisa-sisa candi Singosari yang belum selesai dibangun itu dapat Anda lihat di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari. Candi ini terbuat dari batu andesit dengan bangunan yang menghadap ke barat. Di halaman depan terdapat kumpulan patung, sementara di bawah terdapat dua patung besar wali yang dikenal sebagai Dwarapala.

Candi Singosari  terdiri dari 4 bagian utama.
  1. Bagian bawah berupa persegi empat yang dinamakan batur candi atau teras.
  2. Kaki candi yang tinggi sekaligus sebagai ruangan tempat arca.
  3. Tubuh candi yang langsing dengan empat relung di masing-masing sisinya.
  4. Atap atau puncak yang menjulang makin mengecil di puncaknya.
Dalam  agama Hindu, kaki candi (bhurloka) merupakan gambaran dari kaki gunung atau alam manusia, badan candi (bwahloka) sebagai lereng gunung atau alam langit, dan atap candi (swahloka) sebagai puncak gunung atau alam khayangan-surgawi. Puncaknya ini berbentuk limas dengan atap pejal berbentuk kubus, begitu pula keempat puncak lain yang mengelilinginya sudah runtuh. Apa yang akan Anda saksikan saat ini adalah sebuah candi yang terkesan ramping menjulang bagian atasnya dan gamuk di bagian bawahnya.

 Candi Singosari merupakan tiruan Gunung Meru yang berpuncak di Kaliasa dan dikelilingi empat puncak yaitu Gunung Mandara, Gunung Gandhamana, Gunung Vipula, dan Gunung Supasrsya. Anehnya di Jawa antara Gunung Meru dan Gunung Mandara tidaklah dibedakan, Gunung Meru itu gunung Mandara dan Gunung Mandara ya Gunung Meru.

 Candi Singosari juga merupakan simbolisasi konsep Samodramanthana yaitu pengadukan lautan susu dengan menggunakan Gunung Mandara sebagai antan hingga keluarlah air suci atau amerta. Selain itu Candi Singosari juga merupakan simbolisasi dari Lingga dan Yoni dimana  terlihat dari terasnya yang memilki cerat pada sisi yoni dan candinya sebagai lingga.

Awalnya sejak 1803-1939 Candi Singosari merupakan komplek percandian yang luas dengan 7 buah reruntuhan candi hingga terakhir yang selamat hanya 1 yaitu Candi Singosari ini. Saat Anda mengunjungi sisi halaman candi maka akan nampak sisa-sisa reruntuhan dan arca yang sebenarnya itu salah satu dari 7 reruntuhan candi sebelumnya. Saat ini di Candi Singosari dirawat dan dijaga oleh 3 orang staf dari Suaka Purbakala Jawa Timur yang diambil dari penduduk setempat.

Candi lain yang dibangun selama era Singosari adalah Candi Jago dibangun tahun 1268 di desa Tumpang, 6 km selatan kota Singosari sekarang. Candi ini didedikasikan untuk raja Singosari ke 4 Visnusardahana, sedangkan Candi Kidal, 11 km di sepanjang jalan yang sama, dibangun tahun 1260 dihiasi yang burung Garuda.  Candi Kidal didedikasikan untuk raja Singosari ke 2, Anusapati. Sebuah patung asli dari raja Kertanegara masih berdiri di pusat kota Surabaya, yang dikenal sebagai Joko Dolog, atau Anak laki-laki Gemuk.

Candi Jawi yang indah, dengan latar belakang gunung Penanggungan dibangun pada masa pemerintahan Singosari. Hal ini diyakini sebagai candi pemakaman dari kelima raja terakhir. Dibangun abad ke-13 dan didedikasikan untuk dewa dewa Hindu Siwa dengan Sang Buddha. Candi Jawi terletak 40 km. selatan Surabaya, Prigen di jalan ke Tretes.

Pantai Grajagan : Keindahan Pantainya Nelayan 
Sebuah pantai indah di selatan Banyuwangi, berderet bersama Pantai Plengkung, Pulau Merah, dan Pesanggaran. Meski tidak seterkenal Plengkung dan Pulau Merah, namun Pantai Grajagan sejak lima tahun terakhir mulai dilirik peselancar dunia.
Grajagan terletak sekitar 52 km ke arah selatan dari Kota Banyuwangi. Posisi pantainya strategis menjadi pintu gerbang menuju ke Pantai Plengkung. Grajagan berada di

kawasan seluas 314 hektar di hutan KPH Banyuwangi Selatan, terletak di desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi.
Pantainya luas diselimuti oleh pasir hitam, memiliki gua dan bukit yang sangat indah. Ketika Anda berada di sana maka akan melihat hamparan pantai dan bukit yang menjulang tinggi di tepi pantai. Menikmati suasana pantai dengan deburan ombak laut lepas dari atas shelter dan 3 gua peninggalan tentara Jepang pada masa Perang Dunia II.
Anda juga dapat menyaksikan langsung aktifitas nelayan di pagi hari saat berangkat mencari ikan dan menurunkan ikan hasil tangkapannya. Belilah beberapa jenis ikan laut hasil tangkapan nelayan atau mengapa tidak memancingnya secara langsung.

Grajagan kira-kira 53 km ke arah selatan dari Banyuwangi. Ombak Pantai Grajagan tidak kalah menarik dari ombak Pantai Plengkung, Alas Purwo, juga di Banyuwangi Selatan. Bedanya, ombak Grajagan cenderung pecah sebelum ke pantai.
Grajagan adalah kawasan pantai dengan panorama keindahan gunung dan hutannya. Pasir pantainya yang berwarna hitam tak kalah eksotis dibandingkan pasir putih di Plengkung.
Gua pertahanan zaman Jepang juga dapat Anda kunjungi di tempat wisata ini. Disekitar Pantai Grajagan banyak terdapat gua buatan di tempat tinggi sehingga Anda dapat mengawasi seluruh kawasan pantai. Pantai Grajagan bersebrangan dengan kawasan pantai Cungur. Karena perairanya bebas dari pengaruh ombak Laut Selatan, selain menikmati panorama sambil mandi matahari, di balik Pantai Cungur terdapat Segoro Anak untuk kegiatan ski air, berperahu, dan kano.
Untuk Anda yang ingin belajar berselancar di Pantai Grajagan Anda dapat mendatangi Made Supartha. Lelaki yang berusia sekitar 40 tahun ini membuka kursus berselancar. Supartha merupakan satu-satunya pelatih selancar di Grajagan. Sebuah keahlian berselancar diperolehnya setelah berkelana di Bali bertahun-tahun. Kemudian ia pulang ke Grajagan kampung halamannya untuk menjadi anggota tim penyelamat pengunjung pantai hingga akhirnya membuka tempat kursus selancar.
Ia adalah seeorang yang benar-benar ingin mengembangkan olahraga selancar di Grajagan. Papan selancar disewakan satu harinya Rp25.000,00 - Rp30.000,00. Biasanya, para siswa kursus dan berlatih selancar pada hari libur sejak pagi hari. Setelah lancar, mereka baru dibolehkan turun ke laut. Untuk bisa mahir berselancar diperlukan waktu minimal empat bulan. Jika ingin lebih mahir lagi maka tentunya Anda akan diarahkan untuk datang ke Pantai Kuta di Bali.
Dari Grajagan menuju ke Pantai Plengkung dibutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan menyusuri pantai menggunakan perahu sewa, perjalanan itu ternyata hampir sama bila Anda menggunakan mobil dengan melewati jalan darat hanya Jalan Makadam menuju ke Taman Nasional Alas Purwo kurang bagus kondisinya. Perjalanan menarik dari Grajagan ke Alas Purwo menggunakan perahu sewa, utamanya menuju ke pantai Ngagelan yang merupakan tempat penangkaran penyu belimbing, abu-abu dan hijau. Tiap malam petugas disini selalu mencari telur penyu untuk ditetaskan, wisatawan yang sudah sampai di Ngagelan ini bisa melepas langsung penyu yang sudah siap dan waktunya dilepas ke laut lepas setiap saat.

Taman Nasional Baluran: Eksotisme Alam Bebas di Timur Pulau Jawa 
Taman Nasional Baluran
Inilah hamparan savana terluas di Pulau Jawa, membuat Anda yang berkunjung ke sini serasa berada di Afrika. Di Baluran tersaji sungguhan alam menakjubkan ketika ratusan rusa berlarian menuju kubangan air, merak jantan melebarkan ekornya untuk menarik perhatian sang betina, puluhan kerbau besar yang gagah, belasan elang mencari makan, hingga lutung dan makaka yang bergelantungan. Belum lagi pepohonan khas Baluran yang mirip pohon pinang dan berbuah sekali seumur hidup sebanyak 1 ton untuk kemudian mati. Pohon pilang yang berbatang putih dan rimbun, bila Anda mengamatinya secara seksama maka mirip pohon di film “Avatar” serta pohon bekol yang rindang mirip beringin dengan nuansa magis.

Tidak besar biaya yang harus Anda keluarkan untuk tiket masuknya, yaitu hanya Rp6.000,00 per mobil dan Rp 2.500,00 per orang. Kegiatan yang dapat dilakukan Baluran adalah penelitian, pengamatan dan atraksi satwa, serta wisata bahari di Pantai Bama. Sementara itu, fasilitas yang tersedia berupa kantor pengurus, pondok kerja, pesanggarahan, shelter, jalan trail, menara pandang, dan lainnya.

Taman Nasional Baluran
Kawasan Taman Nasional Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Batas wilayah sebelah utara adalah Selat Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, dan sebelah barat Sungai Klokoran. Temperatur udaranya 27°- 34° C, curah hujan 900 - 1.600 mm/tahun, ketinggian tempat 0 - 1.247 mdpl, letak geografis 7°29’ - 7°55’ LS, 114°17’ - 114°28’ BT, serta luasnya mencapai 25.000 ha. Di tengah kawasan ini terdapat Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi.

Taman Nasional Baluran merupakan perwakilan ekosistem hutan kering di Pulau Jawa, terdiri dari tipe vegetasi savana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa, dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Sekitar 40 % tipe vegetasi savana mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran. Tanahnya yang berwarna hitam dari jenis tanah aluvial dan vulkanik meliputi luas setengah luas daratan rendah yang ditumbuhi rumput savana. Daerah tersebut merupakan daerah yang sangat subur dan kaya sumber makanan bagi berbagai jenis satwa pemakan rumput.

Iklim di Taman Nasional Baluran bertipe Monsoon yang dipengaruhi angin timur yang kering. Curah hujan berkisar antara 900-1.600 mm/tahun dan suhu udara antara 27°-30° C dengan bulan kering per tahun rata-rata 9 bulan. Antara bulan Agustus hingga Desember bertiup angin cukup kencang dari arah Selatan. Musim hujan terjadi pada November-April, sedangkan musim kemarau pada April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Secara faktual, perkiraan tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi.

Pada musim kemarau air tanah di permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air di beberapa mata air tersebut menjadi berkurang. Saat musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air sehingga air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan terutama di sebelah selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama.

Bila Anda datang saat musim penghujan maka tumbuhan dan air sangat berlimpah sehingga penghuni taman seperti banteng dan kerbau Liar memilih masuk ke pedalaman taman dari pada bertatap muka dengan pengunjung. Akan tetapi, beberapa kelompok rusa, merak, ayam hutan dan beburungan lainnya bisa Anda lihat hilir mudik.

Tumbuhan yang ada di Taman Nasional Baluran ini sebanyak 444 jenis, diantaranya terdapat tumbuhan asli dan khas yaitu widoro bukol (Ziziphus rotundifolia), mimba (Azadirachta indica), dan pilang (Acacia leucophloea). Widoro bukol, mimba, dan pilang merupakan tumbuhan yang mampu beradaptasi dalam kondisi sangat kering namun masih kelihatan hijau walaupun tumbuhan lainnya sudah layu dan mengering. Tumbuhan yang lain juga ada seperti kemiri (Aleurites moluccana), gebang (Corypha utan), api-api (Avicennia sp), asam (Tamarindus indica), gadung (Dioscorea hispida), kendal (Cordia obliqua), manting (Syzygium polyanthum), dan kepuh (Sterculia foetida).

Terdapat 26 jenis mamalia di antaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag (Cuon alpinus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), rusa (Cervus timorensis rusa), macan tutul (Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus viverrinus). Satwa banteng merupakan maskot khas dari Taman Nasional Baluran. Selain itu, terdapat sekitar 155 jenis burung di antaranya termasuk yang langka seperti layang-layang api (Hirundo rustica), ayam hutan merah (Gallus gallus), kangkareng (Anthracoceros convecus), rangkong (Buceros rhinoceros), tuwuk atau tuwur asia (Eudynamys scolopacea), burung merak (Pavo muticus), dan bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus).

Terdapat 155 jenis burung langka antara lain Walet ekor jarum (Hirundapus caudutus), Banteng (Bos javanicus), Ajag (Cuon alpinus), Kijang (Muntiacus muntjak), Burung merak (Pavo muticus), Ayam hutan (Gallus sp.), Macan tutul (Felis pardus), Kucing bakau (Felis viverrina) dan lain-lain. 

Taman Nasional Alas Purwo: Hutan Tua Di Ujung Timur Pulau Jawa 
Alas Purwo
“Jangan tinggalkan apapun kecuali telapak kaki dan jangan mengambil apapun kecuali foto. Alam itu pasrah kepadamu”.
Itu tulisan yang terpampang di salah satu pintu masuk ke Taman Nasional Alas Purwo. Sebuah pesan kuat bagi siapapun agar turut menjaga kelestarian hutan yang berusia sangat tua di ujung timur Pulau Jawa. Hutan lebat terhampar seluas 43.420 hektar yang keberadaannya terus dijaga dan dilindungi dari tangan-tangan keji perusak alam.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan hutan tropis alami dan termasuk yang tertua di Pulau Jawa. Taman nasional ini merupakan hutan hujan paling alami di Indonesia, bahkan mungkin di Asia. Di Taman Nasional Alas Purwo, Anda dapat melihat banteng jawa, burung merak, babi hutan, rusa, serigala hutan, ular pyton, dan hewan lainnya termasuk macan tutul dan  harimau jawa.
Pepohonan menjulang tinggi berdiameter besar dengan umur ratusan tahun. Pohon tersebut berdiameter rata-rata 30 cm dan tinggi 10-15 meter. Tanaman yang berhasil diidentifikasikan di Alas Purwoada sekitar 580 jenis. Anda akan menikmati indahnya hutan sawo kecik (manilkarakauki), bumbu manggong, dan pohon lainnya termasuk nyamplung (calophyllum inophyllum), ketapang (terminalia cattapa), serta kepuh (stercullia foetida).
Menyusuri jalanan hutannya Alas Purwo maka Anda akan disambut suara kicau burung trucak bali, trucak hijau, hingga merak dan rusa (cervus timorensis) yang dengan mudahnya terlihat mengendap di antara pepohonan. Sesekali Anda mungkin menemui beberapa kijang (muntiachus muncjak) bertanduk gagah, kera ekor panjang, lutung, ayam hutan, burung kangkareng (antracoceros coronatus), rangkong, cekakak jawa abu-abu (macaca fascicularisl), ayam hutan (ghalus ghalus), rangkong (buceros undulatus), dan bisa juga banyak burung merak (pavomuticus).
Anda dapat memuaskan kegemaran berpetualang menembus hutan, mengamati satwa di Sadengan atau berkunjung ke gua-gua yang sejak zaman dahulu sudah sering dijadikan tempat bersemedi.  Gua-gua di wilayah ini di antaranya adalah Gua Istana, Gua Putri dan Gua Padepokan. Ada pula Gua Macan yang dianggap memiliki nuansa mistis tinggi. Menurut cerita masyarakat setempat, di tempat tersebut Bung Karno pernah bertapa. Gua-gua tersebut dapat dicapai dari Pos Pancur sejauh 2 km dengan berjalan kaki.
Taman Nasional Alas Purwo benar-benar hutan tua, tempat yang dapat menginspirasi cerita-cerita kuno komik dan film silat. Sejatinya memang dahulu hutan ini menjadi tempat orang tertentu menguatkan kesaktian ilmu kanuragan atau bagi mereka yang ingin melepaskan diri dari kemewahan kehidupan duniawi.
Selain Gua meditasi, ada juga Situs Kawitan dan pura Hindu yang juga berumur tua. Uniknya tempat peribadatan ini berada di tengah hutan Taman Nasional Alas Purwo. Pura tersebut bernama Pura Luhur Giri Salaka dan masih banyak dikunjungi pemeluk Hindu pada hari suci Pager Wesi setiap 210 hari.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Alas Purwo mayoritas berasal dari Mataraman Kuno yang berbudaya Jawa Tradisional. Oleh karena itu, tradisi kejawen masih lestari di sini seperti bertapa atau bersemedi yang masih sering dilakukan masyarakatnya. Pada hari-hari tertentu seperti malam 1 Suro, bulan purnama, atau bulan mati, masyarakat Hindu Bali dan ahli kebatinan Jawa sengaja datang ke taman nasional ini untuk meditasi atau melaksanakan upacara keagamaan.

Di Pancur ada sungai yang mengalir ke laut dari pantai yang agak terjal sepanjang tahun. Pancur menjadi pintu masuk petualangan Anda menuju gua-gua dan areal berselancar di Pantai Plengkung (G-Land). Di sini juga terdapat masjid, penginapan, dan warung-warung makan.

Taman Nasional Alas Purwo
Di Pantai Trianggulasi yang berpasir putih bersih dapat Anda lihat tempat bertelurnya empat jenis penyu, yaitu penyu belimbing, penyu sisik, penyu abu-abu, dan penyu hijau. Waktu yang tepat untuk kegiatan ini adalah pada April-November.

Di Ngagelan  juga menjadi tempat penetasan dan penangkaran penyu. Dari tujuh jenis penyu di dunia, enam jenis penyu terdapat di Indonesia, empat diantaranya adalah penyu belimbing, penyu sisik, penyu abu-abu, dan penyu hijau. Pantai Ngagelan dapat Anda capai sekira 3 km dari Rawabendo melalui Jalan Makadam.

Di Tanjung Sembulungan Anda dapat menikmati panorama pegunungan dan hutan yang berbatasan dengan Pantai Muncar. Selain juga terdapat tebing-tebing karang yang eksotik. Di Makam Gandrung sering dijadikan lokasi selamatan nelayan Muncar. Biasanya setiap 15 Suro dilakukan upacara petik laut dengan melarung aneka jenis sesaji.

Di Cunggur merupakan daerah burung migran asal Australia di musim dingin menuju Asia untuk mencari makan.

Di Kayu Aking terdapat pantai berpasir putih seluas 12 km sepanjang bibir pantainya. Letaknya berbatasan langsung dengan Selat Bali.

Di Bedul ada Segoro Anakan sebagai kawasan wisata bahari dan identik sebagai hutan mangrove termasuk yang terbesar se-Asia. Wilayah tersebut juga menjadi tempat breeding area dan nesting area beberapa jenis burung air seperti bangau tong tong, pecuk ular, trinil, raja udang, dan pelikan trinil. Selain itu, Bedul juga menjadi salah satu tempat yang digunakan masyarakat sekitar untuk mencari kerang, udang, kepiting, dan ikan dengan alat-alat tradisional. Hal tersebut justru menjadi daya tarik untuk Anda amati sembari berkeliling dengan perahu kayu yang unik yaitu “gondang ganding”.

Setelah mengunjungi Bedul, sebaiknya Anda kembali lagi ke Rowobendo, lalu putar ke arah Sadengan. Sadengan berada tak jauh dari pintu masuk Rawabendo, atau 3 km Jalan Makadam melalui pepohonan jati yang berusia tua. Di Sadengan ada tempat penggembalaan buatan seluas 80 hektar yang dilengkapi menara pandang untuk menikmati atraksi beragam hewan di rerumputan luas. Dari situ, Anda dapat lihat aneka satwa liar seperti banteng, kijang, rusa, kancil, babi hutan, dan burung merak.

Tidak ada komentar: