Pulau Tengah: Keindahan Pulau Kecil nan Indah di Karimunjawa
Ada satu lagi pulau yang perlu Anda sambangi ketika berkunjung ke Karimunjawa, namanya Pulau Tengah.
Pulau ini ukurannya tidak terlalu luas, hanya sekira 4 hektar saja,
meskipun ukurannya kecil namun keindahannya sangatlah memukau baik apa
yang ada di darat maupun di bawah perairannya.
Pulau Tengah merupakan salah satu dari
sekian pulau yang tehampar di Karimunjawa. Jarak Pulau Tengah dari pulau
utama yaitu Karimunjawa adalah 1,5 jam perjalanan dengan kapal motor.
Pulau Tengah tepat berada di tengah-tengah laut sehingga bisa jadi itu
yang menjadi asal mula pulau ini diberi nama Pulau Tengah. Di pulau ini
sudah dibangun dermaga kecil dari kayu sehingga kapal-kapal kecil atau
kapal nelayan dapat bersandar.
Keindahan Pulau Tengah sudah dikenal
para pecinta pantai, terutama mereka yang pernah berkunjung ke
Karimunjawa. Ketika berada di atas kapal dari kejauhan Pulau Tengah
nampak indah apalagi begitu Anda tiba di pulaunya maka decak kagum pun
terlontar. Keindahan alam dan kekayaan biota lautnya di pulau ini patut
untuk dinyatakan sebagai keindahan yang tersembunyi.
Suhu tertinggi di pulau ini 30°C dan
terendah sekitar 27°C. Pasir, terumbu karang, dan batu karang merupakan
komposisi yang membentuk pulau ini selain pohon kelapa dan cemara laut
yang tumbuh subur hampir seluruh daratanya. Kondisi airnya begitu jernih
sehingga memungkinkan Anda untuk menyaksikan terumbu karang dari atas
kapal. Terumbu karang seperti table coral dan brain coral dapat terlihat di kedalaman 3-10 meter dengan kondisi sangat baik.
Di bawah laut Pulau Tengah ada berbagai faunan laut yang indah seperti gerombolan ikan ekor kuning atau fusilier (Caesionidae) yang berwarna biru, kuning, dan perak. Ada juga ikan snapper, fusiliers dan sweetlips di kedalaman 5-20 meter. Ikan karang seperti butterfly, cardinal, angel, grouper, damselfish, anthias, batfish, wrasse, parrot, surgeon, trigger, box, puffer, dan porcupine di kedalaman 3-17 M. Ikan Dasar seperti flounder, gobies, moray, flathead, blennies, dan scorpion
berada di kedalaman 3-20 meter. Biota lain termasuk gurita, udang dan
kepiting juga ikut menghuni perairan pulau ini, mereka biasanya dapat
ditemukan di kedalaman antara 5-20 meter. Ada juga moluska, ular laut,
penyu, pari, hiu dan lumba-lumba di kedalaman 5-20 meter.
Kondisi
perairan di sekitar pulau ini cocok bagi penyelam pemula karena tidak
terlalu dalam. Kedalaman menyelam maksimum di perairan ini adalah 20
meter. Lokasi menyelam hampir tersebar di setiap sudut pulau. Bagi Anda
yang baru pertama kali menyelam, ketika mulai menggunakan peralatan
menyelam di atas kapal, perasaan takut, gugup dan senang bergabung
menjadi satu menciptakan sensasi pengalaman yang tidak terlupakan.
Ketika Anda sudah berada di dalam air dan mulai mengayunkan kaki dan
tangan untuk berenang dan siap menjemput berbagai keindahan di dasar
laut Pulau Tengah. Jangan heran jika beberapa jenis ikan seolah-olah
berhenti untuk menyapa Anda atau ingin mengajak bermain. Anda juga bisa
menyaksikan seekor ikan yang nampak malu-malu keluar dari terumbu
karang. Ketika Anda berenang lebih dalam, berbagai bentuk terumbu
karang siap memanjakan mata. Mungkin ketika Anda melihat keindahan
terumbu karang tersebut, Anda bertanya-tanya bagaimana terumbu karang
bisa tercipta seindah itu. Berbagai keindahan tersebut berpadu menjadi
satu harmonisasi yang sulit untuk dilupakan.
Selesai menyelam dan snorkeling ataupun berenang, Anda bisa bersantai di atas hammock
yang terayun pelan sambil menikmati hebusan angin sepoi-sepoi menyentuh
kulit dan menerpa rambut. Anda juga bisa berbaring di atas hamparan
pasir sambil menikmati birunya langit di atas Pulau Tengah.
Berjarak tidak terlalu jauh dari Pulau Tengah, terdapat sebuah gosong
atau yang biasa dikenal dengan Gosong Tengah. Gosong Tengah ini
berbentuk dataran pasir putih yang seolah-olah timbul secara alami dari
dalam laut. Dataran pasir putih ini memiliki lebar sekitar 3 meter dan
panjang tidak sampai 100 meter. Anda bisa berjalan Gosong Tengah ini
sambil menyaksikan ikan pari berenang dengan cepat seolah-oleh menggoda
Anda. Perairan sekitarnya tidak memiliki ombak jadi sangat cocok untuk
aktifitas berenang. Anda juga bisa memancing dan menikmati hasil
pancingan Anda langsung di tepi pantai.
Candi Pawon : Candi Tempat Menyimpan Senjata Raja
Sementara sebagian besar candi dibangun sebagai tempat pemujaan atau pun
makam maka Candi Pawon ternyata memiliki fungsi yang lain yaitu dibangun
sebagai tempat penyimpanan senjata. Senjata tersebut dikenal dengan
nama vajranala, yaitu senjata Raja Indera dalam mitologi India
yang konon bentuknya serupa halilintar. Candi Pawon yang keberadaannya
disebut-sebut di dalam prasasti Karang Tengah (824 M) berlokasi di Desa
Brojonalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Pawon yang kokoh
disebut-sebut sebagai bagian dari Candi Borobudur sebab reliefnya dipercaya sebagai permulaan relief Candi Borobudur.
Perihal nama candi ini, terdapat banyak penafsiran menyangkut asal-usulnya. J.G. de Casparis, menafsirkan nama Pawon berasal dari bahasa Jawa, yaitu 'awu' yang berarti abu. Kata tersebut kemudian mendapat awalan 'pa' dan akhiran 'an' yang menunjuk pada suatu tempat, yaitu perabuan. Sementara itu, dalam bahasa Jawa percakapan, kata 'pawon' mempunyai arti dapur. Candi Pawon juga memiliki nama lain, yaitu Candi Bajranalan, nama tersebut diduga berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu 'vajra' yang berarti halilintar dan kata 'anala' yang artinya api.
Bangunan suci Buddha ini berjarak tepat 1.750 m dari Candi Borobudur yang super megah itu dan 1.150 m dari Candi Mendut. Lokasinya berada tepat di antara kedua candi itu. Kemiripan motif pahatan atau relief pada ketiga candi tersebut dan letaknya yang berada pada satu poros garis lurus menjadi dasar asumsi bahwa jelas ada keterkaitan yang kuat di antara ketiganya. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Borobudur. Penelitian secara lengkap pada reliefnya menunjukkan bahwa relief pada Candi Pawon merupakan permulaan relief dari Candi Borobudur.
Berbahan batu gunung api, Candi Pawon merupakan monumen Buddha yang dibangun dengan menggabungkan seni arsitektur Hindu Jawa kuno dan India. Candi yang pernah dipugar tahun 1903 dan selesai pada 1904 ini memiliki fitur teras dan tangga yang terbilang lebar. Anda akan disuguhi beragam hiasan stupa dengan relief pada dinding bagian luarnya berupa pohon hayati (kalpataru) yang diapit dengan pundi-pundi dan kinara-kinari. Kinari adalah sebentuk makhluk setengah manusia setengah burung dimana ia berkepala manusia tapi berbadan burung.
Perihal nama candi ini, terdapat banyak penafsiran menyangkut asal-usulnya. J.G. de Casparis, menafsirkan nama Pawon berasal dari bahasa Jawa, yaitu 'awu' yang berarti abu. Kata tersebut kemudian mendapat awalan 'pa' dan akhiran 'an' yang menunjuk pada suatu tempat, yaitu perabuan. Sementara itu, dalam bahasa Jawa percakapan, kata 'pawon' mempunyai arti dapur. Candi Pawon juga memiliki nama lain, yaitu Candi Bajranalan, nama tersebut diduga berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu 'vajra' yang berarti halilintar dan kata 'anala' yang artinya api.
Bangunan suci Buddha ini berjarak tepat 1.750 m dari Candi Borobudur yang super megah itu dan 1.150 m dari Candi Mendut. Lokasinya berada tepat di antara kedua candi itu. Kemiripan motif pahatan atau relief pada ketiga candi tersebut dan letaknya yang berada pada satu poros garis lurus menjadi dasar asumsi bahwa jelas ada keterkaitan yang kuat di antara ketiganya. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Borobudur. Penelitian secara lengkap pada reliefnya menunjukkan bahwa relief pada Candi Pawon merupakan permulaan relief dari Candi Borobudur.
Berbahan batu gunung api, Candi Pawon merupakan monumen Buddha yang dibangun dengan menggabungkan seni arsitektur Hindu Jawa kuno dan India. Candi yang pernah dipugar tahun 1903 dan selesai pada 1904 ini memiliki fitur teras dan tangga yang terbilang lebar. Anda akan disuguhi beragam hiasan stupa dengan relief pada dinding bagian luarnya berupa pohon hayati (kalpataru) yang diapit dengan pundi-pundi dan kinara-kinari. Kinari adalah sebentuk makhluk setengah manusia setengah burung dimana ia berkepala manusia tapi berbadan burung.
Sumur Jalatunda : Sumur Tua Raksasa di Dataran Tinggi Dieng : Sumur Tua Raksasa di Dataran Tinggi Dieng
"Dalamnya sumur bisa dikira, dalamnya hati siapa yang bisa mengira."
Suara lantang seorang bapak separuh baya
menutup kisah tentang Sumur Jalatunda yang ia ceritakan pada sekelompok
anak kecil. Ada dua versi cerita asal muasal Sumur Jalatunda yang ia
bagi kepada anak-anak tersebut. Sekelumit sejarah tentang Sumur
Jalatundayang berada di kawasan paling Barat di kompleks wisata Dataran Tinggi Dieng
ini, memang menarik untuk diketahui. Tepatnya, sumur ini berada di Desa
Wisata Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Versi cerita dimaksud adalah asal muasal
Sumur Jalatunda versi ilmiah dan mitos. Berdasar dugaan ilmiah, sumur
berwarna hijau pekat berdiameter sekira 90 meter ini adalah sebuah
kepundan yang terbentuk akibat letusan gunung api jutaan tahun lalu.
Kawah atau kepundan tersebut kemudian terisi air dan terbentuklah
menyerupai sebuah sumur—sumur raksasa berkedalaman ratusan meter. Nama
Jalatunda sendiri adalah berarti sumur yang besar atau luas dalam bahasa
Jawa. Konon, fenomena terisinya kawah yang sejenis dengan proses
terbentuknya Jalatunda hanya hanya ada dua saja di dunia. Kawah sejenis
Jalatunda yang lain dapat ditemukan di Meksiko.
Selain menyebutkan asal usul secara ilmiah, sang Bapak juga menceritakan mitos seputar sumur raksasa berwarna hijau ini dengan gaya mendongeng yang menarik. Alkisah jaman dulu kala ada seorang putri cantik jelita yang gemar mengenakan pakaian serba putih, namun berperangai jahat. Putri cantik ini sering meminta tumbal kepada masyarakat sekitar untuk dikorbankan dan ditenggelamkan di sumur ini. Kisah lain yang juga mewarnai misteri sumur raksasa ini adalah bahwa konon di dalam sumur ini, terdapatsebuah pintu gerbang atau jalur penghubung ke kediaman ular setengah dewa.
Benar atau tidaknya kisah tersebut di atas, tidak ada yang tahu secara pasti. Hal pasti adalah bahwa untuk menikmati pesona Sumur Jalatunda, Anda harus terlebih dulu meniti sekira 257 anak tangga. Setibanya di tangga terakhir, tampak beberapa tumpuk batu kerikil yang terhampar beralaskan karung beras. Selain mitos yang sudah diceritakan sebelumnya, batu kerikil ini menambah keunikan dan daya tarik lain bagi para wisatawan. Dipercaya bahwa mereka yang mampu melempar batu kerikil ke sumur sejauh jarak tertentu akan mendapatkan keberuntungan dan terkabul niat serta keinginannya.
Adapun target lemparan antara perempuan dan laki-laki berbeda jauhnya. Bagi perempuan, cukup dengan melempar batu kerikil ke tengah sumur, maka ia dapat dikatakan berhasil. Sementara bagi lelaki, target lemparannya lebih jauh lagi, yaitu hingga ke seberang sumur yang ditandai dengan rimbun pohon bunga berwarna ungu, yang tumbuh di sela-sela batuan di sisi seberang sumur.
Perihal perlu diperhatikan juga adalah bahwa batu yang digunakan untuk melempar keberuntungan haruslah batu yang dibeli dari anak-anak Dieng di lokasi sumur ini, yaitu batu kerikil beralas karung ala kadarnya di ujung anak tangga yang tadi diceritakan. Batu tersebut dapat Anda beli seharga Rp500,00,-. Jadi, jangan berpikir untuk membawa batu sendiri dari tempat lain. Meski hal seperti ini dapat saja merupakan strategi wisata, tetap saja banyak orang yang tidak ingin menyiakan kesempatan selagi berkunjung ke sumur tersebut dan menguji keberuntungan mereka.
Melihat ke arah sumur dari atas, seolah mudah saja untuk melempar batu ke tengah sumur atau bahkan ke sisi seberang tetapi begitu batu dilempar, batu seolah lenyap di antara rimbun pepohonan sisi terdekat sumur dan bukannya ke tengah apalagi ke sisi seberang.
Menurut warga sekitar yang biasa menjadi pemandu, beberapa orang telah membuktikan kebenaran mitos tersebut. Salah seorang yang berhasil melempar ke titik yang ditargetkan mengaku keinginannya terwujud dan dengan sengaja datang kembali ke Dieng untuk menceritakan dan berbagi kebahagiaan.
Selain menyebutkan asal usul secara ilmiah, sang Bapak juga menceritakan mitos seputar sumur raksasa berwarna hijau ini dengan gaya mendongeng yang menarik. Alkisah jaman dulu kala ada seorang putri cantik jelita yang gemar mengenakan pakaian serba putih, namun berperangai jahat. Putri cantik ini sering meminta tumbal kepada masyarakat sekitar untuk dikorbankan dan ditenggelamkan di sumur ini. Kisah lain yang juga mewarnai misteri sumur raksasa ini adalah bahwa konon di dalam sumur ini, terdapatsebuah pintu gerbang atau jalur penghubung ke kediaman ular setengah dewa.
Benar atau tidaknya kisah tersebut di atas, tidak ada yang tahu secara pasti. Hal pasti adalah bahwa untuk menikmati pesona Sumur Jalatunda, Anda harus terlebih dulu meniti sekira 257 anak tangga. Setibanya di tangga terakhir, tampak beberapa tumpuk batu kerikil yang terhampar beralaskan karung beras. Selain mitos yang sudah diceritakan sebelumnya, batu kerikil ini menambah keunikan dan daya tarik lain bagi para wisatawan. Dipercaya bahwa mereka yang mampu melempar batu kerikil ke sumur sejauh jarak tertentu akan mendapatkan keberuntungan dan terkabul niat serta keinginannya.
Adapun target lemparan antara perempuan dan laki-laki berbeda jauhnya. Bagi perempuan, cukup dengan melempar batu kerikil ke tengah sumur, maka ia dapat dikatakan berhasil. Sementara bagi lelaki, target lemparannya lebih jauh lagi, yaitu hingga ke seberang sumur yang ditandai dengan rimbun pohon bunga berwarna ungu, yang tumbuh di sela-sela batuan di sisi seberang sumur.
Perihal perlu diperhatikan juga adalah bahwa batu yang digunakan untuk melempar keberuntungan haruslah batu yang dibeli dari anak-anak Dieng di lokasi sumur ini, yaitu batu kerikil beralas karung ala kadarnya di ujung anak tangga yang tadi diceritakan. Batu tersebut dapat Anda beli seharga Rp500,00,-. Jadi, jangan berpikir untuk membawa batu sendiri dari tempat lain. Meski hal seperti ini dapat saja merupakan strategi wisata, tetap saja banyak orang yang tidak ingin menyiakan kesempatan selagi berkunjung ke sumur tersebut dan menguji keberuntungan mereka.
Melihat ke arah sumur dari atas, seolah mudah saja untuk melempar batu ke tengah sumur atau bahkan ke sisi seberang tetapi begitu batu dilempar, batu seolah lenyap di antara rimbun pepohonan sisi terdekat sumur dan bukannya ke tengah apalagi ke sisi seberang.
Menurut warga sekitar yang biasa menjadi pemandu, beberapa orang telah membuktikan kebenaran mitos tersebut. Salah seorang yang berhasil melempar ke titik yang ditargetkan mengaku keinginannya terwujud dan dengan sengaja datang kembali ke Dieng untuk menceritakan dan berbagi kebahagiaan.
Candi Arjuna: Warisan Sejarah Hindu di atas Bukit
Di sinilah eksotisme sejarah berusia
ribuan tahun telah berharmoni bersama keindahan dan sejuknya udara
pegunungan. Kompleks Candi Arjuna adalah candi bercorak Hindu
peninggalan abad ke-7 yang teguh menantang dinginnya cuaca di Dataran Tinggi Dieng,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Mengunjungi Kompleks Candi Arjuna
di ketinggian sekira 2.093 m dpl, mungkin dapat jadi pilihan wisata
budaya dan wisata alam sekaligus.
Hawa dingin pegunungan sudah akan terasa menggigit kulit setibanya di pintu masuk kawasan Kompleks Candi Arjuna bahkan pukul 9 pagi. Terlebih lagi, hujan baru saja selesai mengguyur tanah tempat bersemayamnya para dewa tersebut. Tak ayal, gugusan pegunungan dan bukit-bukit yang gagah sebagai latar belakang candi pun tertutup kabut. Semakin siang, kabut kian surut dan hilang menampilkan pemandangan utuh gunung yang nampak hijau di kejauhan. Seolah tak terpengaruh segala perubahan cuaca dan musim selama ribuan tahun lamanya, beberapa candi yang berada dalam satu kompleks itu tetap kokoh berdiri.
Dibangun pada 809 M, Kompleks Candi Arjuna merupakan candi hindu tertua di Pulau Jawa dan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini didasarkan keberadaan Lingga dan Yoni di dalam candi utama. Selain itu, ditemukan pula beberapa arca, seperti Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya yang kini tersimpan di Museum Kailasa.
Kompleks Candi Arjuna terdiri dari 5 candi yaitu, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi, dan Candi Puntadewa. Secara arsitektur, Candi Arjuna mirip dengan candi di India selatan dan diduga mendapat pengaruh dari budaya India. Candi-candi yang terbuat dari batuan andesit tersebut tidak memiliki banyak relief pada dindingnya. Hanya ada relief ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu, dan Brahma yang dipahatkan di Candi Srikandi dan bukannya di candi utama.
Kompleks Candi Arjuna ini ditemukan pertama kali tahun 1814 oleh seorang tentara Inggris, yaitu van Kinsbergen. Saat ditemukan, candi-candi tersebut terendam air rawa-rawa, berbeda dari kebanyakan candi lain yang biasanya terendam tanah. Proses pengeringan air rawa baru dimulai lebih dari 40 tahun kemudian. Rumput hijau seperti karpet tampak tumbuh subur di pelataran candi, membingkai kerikil yang memenuhi pelataran terdekat dengan candi.
Tidak diketahui secara pasti siapa yang memberi nama candi-candi tersebut. Akan tetapi, hal yang pasti adalah bahwa nama-nama candi tersebut diberi nama sesuai tokoh pewayangan. Candi Arjuna adalah candi utamanya yang berhadapan dengan Candi Semar dengan bentuk memanjang beratap limasan. Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra berjejer ke samping sebelah kirinya.
Dalam kompleks wisata Dataran Tinggi Dieng terdapat 19 candi tetapi hanya delapan yang masih utuh berdiri.
Hawa dingin pegunungan sudah akan terasa menggigit kulit setibanya di pintu masuk kawasan Kompleks Candi Arjuna bahkan pukul 9 pagi. Terlebih lagi, hujan baru saja selesai mengguyur tanah tempat bersemayamnya para dewa tersebut. Tak ayal, gugusan pegunungan dan bukit-bukit yang gagah sebagai latar belakang candi pun tertutup kabut. Semakin siang, kabut kian surut dan hilang menampilkan pemandangan utuh gunung yang nampak hijau di kejauhan. Seolah tak terpengaruh segala perubahan cuaca dan musim selama ribuan tahun lamanya, beberapa candi yang berada dalam satu kompleks itu tetap kokoh berdiri.
Dibangun pada 809 M, Kompleks Candi Arjuna merupakan candi hindu tertua di Pulau Jawa dan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini didasarkan keberadaan Lingga dan Yoni di dalam candi utama. Selain itu, ditemukan pula beberapa arca, seperti Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya yang kini tersimpan di Museum Kailasa.
Kompleks Candi Arjuna terdiri dari 5 candi yaitu, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi, dan Candi Puntadewa. Secara arsitektur, Candi Arjuna mirip dengan candi di India selatan dan diduga mendapat pengaruh dari budaya India. Candi-candi yang terbuat dari batuan andesit tersebut tidak memiliki banyak relief pada dindingnya. Hanya ada relief ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu, dan Brahma yang dipahatkan di Candi Srikandi dan bukannya di candi utama.
Kompleks Candi Arjuna ini ditemukan pertama kali tahun 1814 oleh seorang tentara Inggris, yaitu van Kinsbergen. Saat ditemukan, candi-candi tersebut terendam air rawa-rawa, berbeda dari kebanyakan candi lain yang biasanya terendam tanah. Proses pengeringan air rawa baru dimulai lebih dari 40 tahun kemudian. Rumput hijau seperti karpet tampak tumbuh subur di pelataran candi, membingkai kerikil yang memenuhi pelataran terdekat dengan candi.
Tidak diketahui secara pasti siapa yang memberi nama candi-candi tersebut. Akan tetapi, hal yang pasti adalah bahwa nama-nama candi tersebut diberi nama sesuai tokoh pewayangan. Candi Arjuna adalah candi utamanya yang berhadapan dengan Candi Semar dengan bentuk memanjang beratap limasan. Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra berjejer ke samping sebelah kirinya.
Dalam kompleks wisata Dataran Tinggi Dieng terdapat 19 candi tetapi hanya delapan yang masih utuh berdiri.
Kelima candi yang berada berdekatan di Kompleks Candi Arjuna memiliki
perbedaan bentuk satu dengan yang lainnya. Candi Arjuna, sebagai candi
utama, merupakan sebuah candi yang berdenah dasar persegi dengan luas
ukuran sekitar 6 m². Atap Candi Arjuna berbentuk serupa kerucut, semakin
ke atas semakin mengecil. Di dalamnya, terdapat yoni berbentuk
meja yang bagian tengahnya berlubang dan dapat menampung tetesan air
dari langit atap candi. Apabila lubang penampung ini penuh, air akan
dialirkan ke bagian lingga dan diteruskan ke bagian depan luar candi.
Candi Semar yang berhadapan dengan Arjuna adalah sebuah candi berukuran 3,5 m x 7 m. Berbeda dengan Candi Arjuna yang atap bangunannya tinggi, Candi Semar lebih pendek dan atapnya berbentuk limasan. Candi Sembadra, Candi Srikandi, dan Candi Puntadewa memiliki bentuk dasar seperti kubus dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda satu dan lainnya.
Mengabadikan situs kuno bersejarah ini dari berbagai sisi adalah hal yang layaknya tidak dilewatkan. Anda dapat berfoto dan bahkan memasuki ruang di bagian dalam candi untuk menyaksikan dari dekat mahakarya warisan leluhur yang masih utuh meski terus-menerus disepuh zaman.
Tak jauh dari pelataran tempat berdirinya kelima candi, tepatnya di area terluar, tampak pula beberapa tumpukan batu yang juga menarik untuk diabadikan dan diamati.
Candi Semar yang berhadapan dengan Arjuna adalah sebuah candi berukuran 3,5 m x 7 m. Berbeda dengan Candi Arjuna yang atap bangunannya tinggi, Candi Semar lebih pendek dan atapnya berbentuk limasan. Candi Sembadra, Candi Srikandi, dan Candi Puntadewa memiliki bentuk dasar seperti kubus dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda satu dan lainnya.
Mengabadikan situs kuno bersejarah ini dari berbagai sisi adalah hal yang layaknya tidak dilewatkan. Anda dapat berfoto dan bahkan memasuki ruang di bagian dalam candi untuk menyaksikan dari dekat mahakarya warisan leluhur yang masih utuh meski terus-menerus disepuh zaman.
Tak jauh dari pelataran tempat berdirinya kelima candi, tepatnya di area terluar, tampak pula beberapa tumpukan batu yang juga menarik untuk diabadikan dan diamati.
Pantai Nampu: Keelokan Pesisir Selatan Jawa dari Wonogiri
Jalanan
turun-naik tak habis-habisnya dilewati hampir satu jam. Jantung agak
berdebar karena kanan kiri jalan berupa jurang, walaupun ada sawah dan
bebatuan karst yang terkadang menghiasi pemandangan. Mobil terus melaju
menuju bukit yang ada di depan mata. Akan tetapi tujuan utama bukanlah
bukit itu, melainkan sebuah tempat di baliknya.
Wonogiri bukanlah kabupaten yang
terletak tepat di selatan Jawa. Banyak orang tidak percaya bahwa ada
secuil garis pantai yang dimilikinya, karena wilayah pesisir biasanya
bernaung di Yogyakarta maupun Pacitan. Pantai Nampu, inilah tempat indah
di balik bukit itu sekaligus satu dari sedikit pantai yang ada di
Wonoiri. Meskipun bukanlah pantai yang panjang namun pantai ini mampu
menghipnotis Anda berada sepanjang hari untuk menikmatinya.
Pantai Nampu terletak di Desa Dringo,
Kelurahan Gunturharjo, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah. Perjalanan panjang akan terbayar impas setelah menapakan kaki di
pantai ini. Sebelum benar-benar menyentuhnya, Anda harus terlebih
dahulu menuruni puluhan anak tangga yang dipenuhi oleh para pedagang.
Tidak kalah menawan dengan Pantai
Padang-Padang di Bali, Pantai Nampu juga dihiasi bukit-bukit tinggi yang
hijau. Di pinggir laut terdapat batu besar yang menghempaskan air
apabila diterpa ombak besar. Hal lain yang menjadi ciri khasnya adalah
kumpulan pasir berwarna cokelat muda yang sangat bersih dan dalam, mata
kaki Anda bisa tenggelam di sana.
Karena letaknya sangat jauh dari pusat
kota, pantai ini masih tergolong sepi sehingga masih sangat asri dan
memiliki air laut yang jernih. Tapi jika berkunjung pada hari raya, Anda
akan berpapasan dengan pengunjung dari berbagai kota. Jangan
mengharapkan sunset yang spektakuler karena Matahari tetap bersembunyi
di balik bukit-bukit. Selain itu, Pantai Nampu juga bukanlah lokasi
berenang yang ramah karena bebatuan dan karang berkumpul di bibir
pantai. Belum lagi ombak di sini tergolong cukup tinggi.
Apabila air surut, karang-karang akan
terlihat jelas mempercantik lansekap. Jika mendekat, Anda pun bisa
melihat ikan-ikan kecil di balik karang tersebut. Ada fenomena unik yang
terjadi beberapa kali dalam setahun di pantai ini, saat pasang airnya
akan naik mendekati bukit, menenggelamkan Pantai Nampu untuk sementara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar