Lebih dari seribu tahun yang lalu telah
berkembang salah satu kerajaan terbesar sepanjang sejarah Indonesia
yaitu Kerajaan Budha Sriwijaya yang berada di sepanjang tepi Sungai Musi
Sumatra Selatan. Terletak di sebelah Selatan dibingkai oleh Laut Cina
Selatan dan berada di jalur lalu lintas tersibuk di dunia yang
menghubungkan Timur Jauh dengan Eropa. Kerajaan Sriwijaya telah
melakukan perdagangan sangat produktif dengan Cina Kuno pada masa
keemasannya.
Terbentang di kaki bukit jajaran Gunung
Bukit Barisan yang megah, provinsi ini relatif datar namun sangat subur
karena banyak sungai membelah daratan dan bermuara ke laut. Perkebunan
kopi dan teh tersebar di seluruh Sumatra Selatan, namun kekayaan yang
berlimpah dari provinsi ini berasal dari cadangan minyak, gas alam, batu
bara, timah dan kuarsa.
Sumatra Selatan memiliki tujuan wisata
yang menarik untuk dikunjungi dan beraneka ragam, baik wisata alam,
sejarah maupun budaya. Sumsel memiliki obyek wisata berupa gunung-gunung
dengan flora dan fauna yang beragam, seperti Taman Nasional Kerinci
Seblat (TNKS); sungai, danau, garis pantai yang sangat panjang. Anda
daapt berkeliling mengunjungi Sungai Musi, Jembatan Ampera, Pulau
Kemaro, Danau Ranau, dan Kota Pagaralam. Di sini pula tersaji aneka
ragam tradisi serta budaya yang unik dan menarik.
Wisata alamnya adalah Danau Ranau
Kabupaten Ogan Komering Ulu, Musi Rawas, dan Musi Banyuasin. Panorama
pantainya antara lain pantai Parai Tenggini, pantai Matras di Pulau
Bangka, dan pantai Pasir Padi di Pulau Belitung. Panorama air terjun
terdapat di Kabupaten Muara Enim dan Lahat. Wisata budayanya meliputi
Bukit Serelo, Gunung Dempo, Rumah Limas, pemukiman suku terasing Anak
Dalam dan Kubu. Wisata sejarahnya antara lain situs Sri Wijaya berupa
batu purbakala, patung kuno, dan museum di Palembang, kompleks Pemakaman
di Bukit Siguntang serta Benteng Kuto Besak.
Sejarah
provinsi Sumatra Selatan,
Palembang, telah terkenal sejak sejak dahulu karena menjadi ibu kota
dari Kerajaan Sriwijaya. juga terkenal dengan kerajaan maritim terbesar
dan terkuat di Nusantara pengaruhnya bahkan sampai ke Madagaskar di
Benua Afrika.
Tahun 672, cendekiawan asal Cina yaitu
Yi Tsing mencatat bahwa ada seribu biksu dan cendekiawan menerjemahkan
dan belajar bahasa Sansekerta di Palembang. Hal ini menunjukan bahwa
Palembang sejahtera dan kebudayaanya berkembang di bawah pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya. Saat ini masih banyak pusaka dan peninggalan
kerajaan yang masih dapat ditemukan di wilayah ini.
Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14,
wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya wilayah ini
pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari
Mancanegara terutama dari negeri China.
Goa Putri
Goa
Putri adalah tujuan wisata terkemuka di Provinsi Sumatera Selatan,
terletak 230 kilometer dari Palembang, atau 35 kilometer dari Baturaja,
ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Gua ini terletak sekitar
satu kilometer dari jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Baturaja
dan Muara Enim.
Gua ini penuh dengan stalaktit dan
stalagmit. Stalaktit merupakan kalsium karbonat yang menggantung dan
membeku di langit-langit gua dan dapat ditemukan di gua kapur. Stalagmit
adalah batuan berbentuk kerucut es yang menghadap ke atas dapat
ditemukan di lantai gua. Di Goa Putri, stalaktit dan stalagmit bertemu
membentuk pilar yang unik. Gua ini juga memiliki kolam yang airnya
berasal dari gua-gua yang airnya berasal dari Sungai Semuhun, yang
bermuara di Sungai Ogan.
Kolam tersebut lebarnya 20 meter lebar
dan panjangnya 160 meter. Di beberapa bagian gua terdapat batu lebar di
mana Anda bisa duduk dan tidur. Gua ini gelap meskipun terdapat
beberapa lampu yang dipasang di berbagai sisi. Cahaya yang redup membuat
gua terlihat sangat ajaib.
Untuk menikmati Goa Putri, pengunjung harus membayar tiket sebesar Rp 5.000 per orang dan Rp 10.000 untuk parkir.
Gua
ini terkenal dengan stalaktit dan stalagmit. Pengunjung dapat menikmati
pemandangan stalaktit dan stalagmit ini sambil duduk di bebatuan dan
mengambil gambar. Jangan lupa untuk mencuci muka di kolam Pangeran
Dayang Merindu. Penduduk setempat percaya bahwa mereka yang mencuci muka
di kolam ini sambil berdoa, doa-doa mereka akan menjadi menjadi
kenyataan.
Jembatan Ampera
Jembatan
Ampera dibangun pada bulan April 1962, setelah mendapatkan persetujuan
dari Presiden Soekarno. Pada awalnya, panjang jembatan ini 1.177 meter
dan lebar 22 meter disebut jembatan Bung Karno. Secara resmi dibuka pada
tanggal 30 September 1965 oleh Let. Jendral Ahmad Yani. Namun, setelah
kekacauan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno
berdegung kuat, jembatan itu berganti nama menjadi Jembatan Ampera.
Bagaimanapun warga Palembang lebih suka menyebutnya "Proyek Musi".
944 ton bagian jembatan ini bisa
diangkat ke atas dan ke bawah sekitar 10 meter per menit. Jembatan ini
memiliki dua menara yang bisa diangkat sepanjang 63 meter. Jarak antara
dua menara adalah 75 meter. Kedua menara tersebut memiliki dua pendulum, dengan berat sekitar 500 ton masing-masing.
Bila bagian tengah jembatan diangkat,
kapal dengan lebar 60 meter dan lebar maksimum 44,50 meter bisa lewat
mengarungi Sungai Musi. Dan ketika bagian tengah jembatan ini tidak
diangkat, tinggi kapal yang bisa lewat di bawah jembatan hanya sembilan
meter di atas permukaan air. Sayangnya, pada saat ini, jembatan tidak
dapat diangkat untuk alasan keamanan.
Benteng Kuto Besak: Keindahan dan Warisan Sejarah di Tepian Sungai Musi
Benteng Kuto Besak berdiri kokoh di ketinggian 10 meter dimana dari sini Anda dapat menyaksikan kapal-kapal berlalu-lalang di Sungai Musi. Benteng ini adalah kebanggaan masyarakat Palembang karena merupakan benteng terbesar dan satu-satunya yang terbuat dari batu sebagai saksi perlawanan terhadap penjajah asing.
Dibangun pada abad ke 17, Kuto Besak
merupakan warisan Kesultanan Palembang Darussalam yang memerintah pada
1550-1823. Benteng ini memiliki panjang 288,75 m, lebar 183,75 m, tinggi
9,99 m dan tebal 1,99 m, berfungsi sebagai pos pertahanan. Lokasi
Benteng ini baik secara politik dan geografis sangat strategis karena
membentuk pulau sendiri, berbatasan dengan sungai musi di sebelah
selatan, sungai sekanank di sebelah barat, sungai kapuran di sebelah
utara dan sungai tengkuruk di sebelah timur.
Berdasarkan catatan sejarah di Balai Arkeologi Kota Palembang,
benteng ini pendiriannya memakan waktu 17 tahun (1780-1797).
Pembangunan Benteng Kuto Besak diprakarsai Sultan Mahmud Badaruddin I
yang memerintah 1724-1758. Konstruksinya dimulai pada 1780 selama era
Sultan Mahmud Badaruddin. Benteng ini dimaksudkan sebagai sebuah istana
yang dibangun untuk menggantikan Keraton Kuto Lamo Tua atau Benteng Kuto
Lamo yang luasnya tidak cukup besar. Saat ini, Benteng Kuto Lamo
digunakan sebagai Museum Sultan Mahmud Badarudin II. Benteng Kuto Besak akhirnya digunakan secara resmi sebagai pusat pemerintahan Kesultanan dari 21 Februari 1797.
Tahun 1821 benteng ini diserbu oleh
tentara kolonial Belanda. Benteng Kuto Besak dirampas dan Sultan Mahmud
Badaruddin II dibuang ke Maluku. Kejadian ini menandai akhir dari era
Kesultanan Palembang. Tanda pendudukan Belanda terukir di Benteng Kuto
Besak dengan ukir gaya kolonial.
Benteng Kuto Besak adalah refleksi dari
masyarakat multi-etnis dari era Kesultanan Palembang Darussalam.
Pengawasan konstruksi dipercayakan kepada seorang supervisor Cina,
sementara para buruh bangunan asli Palembang dan Cina yang bekerja
bergandengan tangan dalam keharmonisan. Keharmonisan ini juga salah satu
warisan yang diturunkan sampai hari ini seperti digambarkan dalam
banyak acara-acara di Kota Palembang seperti di Cap Go Meh dan Imlek
(Tahun Baru Cina).
Setiap sudut benteng diperkuat dengan bastion.
Bastion di sudut barat lebih besar dan mirip dengan benteng-benteng
lain di Indonesia sementara bastion lainnya bentuknya arsitekturnya unik
dan tidak mungkin ditemukan di tempat lain. Gerbang utama, yang disebut
Lawang Kuto, terletak di selatan menghadap ke Sungai Musi, sedangkan
gerbang lainnya yang disebut Lawang borotan terletak di sebelah barat
dan timur, meskipun gerbang barat saat ini satu-satunya yang masih
berdiri.
Sayangnya
saat ini Benteng Kuto Besak tertutup untuk umum karena digunakan
sebagai pangkalan militer. Namun, benteng indah ini tetap merupakan daya
tarik. Saat matahari terbenam di sore hari, lampu cahaya di sekitar
benteng, menciptakan kilauan yang menyoroti dinding-dinding benteng.
Sebagai salah satu landmark sejarah, perjalanan ke Palembang tidak akan
lengkap tanpa kunjungan ke Benteng Kuto Besak.
Di luar benteng Anda bisa menyaksikan
berbagai kegiatan yang sesekali diadakan komunitas atau brand produk
serta kegiatan pemerintah Kota Palembang.
Kantor Pariwisata
Telp. (62-711) 356661, 311345, 357348
Fax. (62-711) 311544
Website :www.sumselprov.go.id
e-mail : info@diparss.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar