Jumat, 21 November 2014

Wisata Sumatera Selatan

Lebih dari seribu tahun yang lalu telah berkembang salah satu kerajaan terbesar sepanjang sejarah Indonesia yaitu Kerajaan Budha Sriwijaya yang berada di sepanjang tepi Sungai Musi Sumatra Selatan. Terletak di sebelah Selatan dibingkai oleh Laut Cina Selatan dan berada di jalur lalu lintas tersibuk di dunia yang menghubungkan Timur Jauh dengan Eropa. Kerajaan Sriwijaya telah melakukan perdagangan sangat produktif dengan Cina Kuno pada masa keemasannya.
Terbentang di kaki bukit jajaran Gunung Bukit Barisan yang megah, provinsi ini relatif datar namun sangat subur karena banyak sungai membelah daratan dan bermuara ke laut. Perkebunan kopi dan teh tersebar di seluruh Sumatra Selatan, namun kekayaan yang berlimpah dari provinsi ini berasal dari cadangan minyak, gas alam, batu bara, timah dan kuarsa.
Sumatra Selatan memiliki tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi dan beraneka ragam, baik wisata alam, sejarah maupun budaya. Sumsel memiliki obyek wisata berupa gunung-gunung dengan flora dan fauna yang beragam, seperti Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS); sungai, danau, garis pantai yang sangat panjang. Anda daapt berkeliling mengunjungi Sungai Musi, Jembatan Ampera, Pulau Kemaro, Danau Ranau, dan Kota Pagaralam. Di sini pula tersaji aneka ragam tradisi serta budaya yang unik dan menarik.
Wisata alamnya adalah Danau Ranau Kabupaten Ogan Komering Ulu, Musi Rawas, dan Musi Banyuasin. Panorama pantainya antara lain pantai Parai Tenggini, pantai Matras di Pulau Bangka, dan pantai Pasir Padi di Pulau Belitung. Panorama air terjun terdapat di Kabupaten Muara Enim dan Lahat. Wisata budayanya meliputi Bukit Serelo, Gunung Dempo, Rumah Limas, pemukiman suku terasing Anak Dalam dan Kubu. Wisata sejarahnya antara lain situs Sri Wijaya berupa batu purbakala, patung kuno, dan museum di Palembang, kompleks Pemakaman di Bukit Siguntang serta Benteng Kuto Besak.

Sejarah

provinsi Sumatra Selatan, Palembang, telah terkenal sejak sejak dahulu karena menjadi ibu kota dari Kerajaan Sriwijaya. juga terkenal dengan kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara pengaruhnya bahkan sampai ke Madagaskar di Benua Afrika.
Tahun 672, cendekiawan asal Cina yaitu Yi Tsing mencatat  bahwa ada seribu biksu dan cendekiawan menerjemahkan dan belajar bahasa Sansekerta di Palembang. Hal ini menunjukan bahwa Palembang sejahtera dan kebudayaanya berkembang di bawah pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Saat ini masih banyak pusaka dan peninggalan kerajaan yang masih dapat ditemukan di wilayah ini.
Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya wilayah ini pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari Mancanegara terutama dari negeri China. 

Goa Putri 
Goa Putri adalah tujuan wisata terkemuka di Provinsi Sumatera Selatan, terletak 230 kilometer dari Palembang, atau 35 kilometer dari Baturaja, ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Gua ini terletak sekitar satu kilometer dari jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Baturaja dan Muara Enim.
Gua ini penuh dengan stalaktit dan stalagmit. Stalaktit merupakan kalsium karbonat yang menggantung dan membeku di langit-langit gua dan dapat ditemukan di gua kapur. Stalagmit adalah batuan berbentuk kerucut es yang menghadap ke atas dapat ditemukan di lantai gua. Di Goa Putri, stalaktit dan stalagmit bertemu membentuk pilar yang unik. Gua ini juga memiliki kolam yang airnya berasal dari gua-gua yang airnya berasal dari Sungai Semuhun, yang bermuara di Sungai Ogan.
Kolam tersebut lebarnya 20 meter lebar dan panjangnya 160 meter. Di beberapa bagian gua terdapat  batu lebar di mana Anda bisa duduk dan tidur. Gua ini gelap meskipun terdapat beberapa lampu yang dipasang di berbagai sisi. Cahaya yang redup membuat gua terlihat sangat ajaib.
Untuk menikmati Goa Putri, pengunjung harus membayar tiket sebesar Rp 5.000 per orang dan Rp 10.000 untuk parkir.

Gua ini terkenal dengan stalaktit dan stalagmit. Pengunjung dapat menikmati pemandangan stalaktit dan stalagmit ini sambil duduk di bebatuan dan mengambil gambar. Jangan lupa untuk mencuci muka di kolam Pangeran Dayang Merindu. Penduduk setempat percaya bahwa mereka yang mencuci muka di kolam ini sambil berdoa, doa-doa mereka akan menjadi menjadi kenyataan. 

Jembatan Ampera 
Jembatan Ampera dibangun pada bulan April 1962, setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Soekarno. Pada awalnya, panjang jembatan ini 1.177 meter dan lebar 22 meter disebut jembatan Bung Karno. Secara resmi dibuka pada tanggal 30 September 1965 oleh Let. Jendral Ahmad Yani. Namun, setelah kekacauan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno berdegung kuat, jembatan itu berganti nama menjadi Jembatan Ampera. Bagaimanapun warga Palembang lebih suka menyebutnya "Proyek Musi".
944 ton bagian jembatan ini bisa diangkat ke atas dan ke bawah sekitar 10 meter per menit. Jembatan ini memiliki dua menara yang bisa diangkat sepanjang 63 meter. Jarak antara dua menara adalah 75 meter. Kedua menara tersebut memiliki dua pendulum, dengan berat sekitar 500 ton masing-masing.
Bila bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan lebar 60 meter dan lebar maksimum 44,50 meter bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Dan ketika bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal yang bisa lewat di bawah jembatan hanya sembilan meter di atas permukaan air. Sayangnya, pada saat ini, jembatan tidak dapat diangkat untuk alasan keamanan. 

Benteng Kuto Besak: Keindahan dan Warisan Sejarah di Tepian Sungai Musi 
Benteng Kuto Besak berdiri kokoh di ketinggian 10 meter dimana dari sini Anda dapat menyaksikan kapal-kapal berlalu-lalang di Sungai Musi. Benteng ini adalah kebanggaan masyarakat Palembang karena merupakan benteng terbesar dan satu-satunya yang terbuat dari batu sebagai saksi perlawanan terhadap penjajah asing.
Dibangun pada abad ke 17, Kuto Besak merupakan warisan Kesultanan Palembang Darussalam yang memerintah pada 1550-1823. Benteng ini memiliki panjang 288,75 m, lebar 183,75 m, tinggi 9,99 m dan tebal 1,99 m, berfungsi sebagai pos pertahanan. Lokasi Benteng ini baik secara politik dan geografis sangat strategis karena membentuk pulau sendiri, berbatasan dengan sungai musi di sebelah selatan, sungai sekanank di sebelah barat, sungai kapuran di sebelah utara dan sungai tengkuruk di sebelah timur.
Berdasarkan catatan sejarah di Balai Arkeologi Kota Palembang, benteng ini pendiriannya memakan waktu 17 tahun (1780-1797). Pembangunan Benteng Kuto Besak diprakarsai Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah 1724-1758. Konstruksinya dimulai pada 1780 selama era Sultan Mahmud Badaruddin. Benteng ini dimaksudkan sebagai sebuah istana yang dibangun untuk menggantikan Keraton Kuto Lamo Tua atau Benteng Kuto Lamo yang luasnya tidak cukup besar. Saat ini, Benteng Kuto Lamo digunakan sebagai Museum Sultan Mahmud Badarudin II. Benteng Kuto Besak akhirnya digunakan secara resmi sebagai pusat pemerintahan Kesultanan dari 21 Februari 1797.
Tahun 1821 benteng ini diserbu oleh tentara kolonial Belanda. Benteng Kuto Besak dirampas dan Sultan Mahmud Badaruddin II dibuang ke Maluku. Kejadian ini menandai akhir dari era Kesultanan Palembang. Tanda pendudukan Belanda terukir di Benteng Kuto Besak dengan ukir gaya kolonial.
Benteng Kuto Besak adalah refleksi dari masyarakat multi-etnis dari era Kesultanan Palembang Darussalam. Pengawasan konstruksi dipercayakan kepada seorang supervisor Cina, sementara para buruh bangunan asli Palembang dan Cina yang bekerja bergandengan tangan dalam keharmonisan. Keharmonisan ini juga salah satu warisan yang diturunkan sampai hari ini seperti digambarkan dalam banyak acara-acara di Kota Palembang seperti di Cap Go Meh dan Imlek (Tahun Baru Cina).
Setiap sudut benteng diperkuat dengan bastion. Bastion di sudut barat  lebih besar dan mirip dengan benteng-benteng lain di Indonesia sementara bastion lainnya bentuknya arsitekturnya unik dan tidak mungkin ditemukan di tempat lain. Gerbang utama, yang disebut Lawang Kuto, terletak di selatan menghadap ke Sungai Musi, sedangkan gerbang lainnya yang disebut Lawang borotan terletak di sebelah barat dan timur, meskipun gerbang barat saat ini satu-satunya yang masih berdiri.
Sayangnya saat ini Benteng Kuto Besak tertutup untuk umum karena digunakan sebagai pangkalan militer. Namun, benteng indah ini tetap merupakan daya tarik. Saat matahari terbenam di sore hari, lampu cahaya di sekitar benteng, menciptakan kilauan yang menyoroti dinding-dinding benteng. Sebagai salah satu landmark sejarah, perjalanan ke Palembang tidak akan lengkap tanpa kunjungan ke Benteng Kuto Besak.
Di luar benteng Anda bisa menyaksikan berbagai kegiatan yang sesekali diadakan komunitas atau brand produk serta kegiatan pemerintah Kota Palembang.

Kantor Pariwisata

Jl. Demang Lebar Daun Kav. IX, Palembang
Telp. (62-711) 356661, 311345, 357348
Fax. (62-711) 311544
Website :www.sumselprov.go.id
e-mail : info@diparss.go.id 

Tidak ada komentar: